Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mewanti-wanti rencana pemerintah melakukan penarikan utang di awal (prefunding) untuk membiayai APBN 2025 atau anggaran tahun pertama pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Josua menjelaskan prefunding kemungkinan akan berdampak kepada peningkatan yield karena adanya tekanan tambahan penawaran. Apalagi, sambungnya, jika permintaan dari investor ternyata tidak seimbang.
Oleh sebab itu, dia mengingatkan agar pemerintah mengelola prefunding dengan baik agar dampaknya negatifnya bisa dimitigasi. Terkhusus, waktu penerbitan prefunding harus dilakukan saat likuiditas pasar sedang kuat dan terdapat permintaan cukup.
"Selain itu, pengelolaan timing penerbitan yang hati-hati untuk menghindari periode yang biasanya volatile, seperti akhir tahun, bisa membantu menstabilkan pasar," ujar Josua kepada Bisnis, dikutip Sabtu (12/10/2024).
Dia menjelaskan kemampuan pasar untuk menyerap surat utang pemerintah nantinya sangat tergantung pada kondisi likuiditas pasar, tingkat suku bunga global dan domestik, serta sentimen investor.
Menurutnya, pasar dapat menyerap penerbitan obligasi prefunding tersebut apabila suku bunga di Indonesia tetap berada pada level rendah atau moderat, sejalan dengan potensi penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia dan The Fed
Baca Juga
"Di sisi lain, jika terdapat kompetisi ketat antara instrumen seperti SRBI dan SBN, ada kemungkinan prefunding bisa menimbulkan tekanan likuiditas, yang berpotensi mengurangi kapasitas pasar untuk menyerap surat utang dalam jumlah besar pada akhir tahun," ucap Josua.
Dia pun menyarankan agar pemerintah tidak menerbitkan global bond dalam bentuk dollar Amerika Serikat (AS). Bagaimanapun, lanjutnya, dollar AS sedang dalam tren pelemahanan.
Josua berpendapat, global bond dalam bentuk yen atau rupiah akan lebih menarik. Terkait yen, dia tidak menampik bahwa biaya pinjamannya akan cenderung mahal namun potensi rupiah menguat relatif tinggi di jangka panjang dan penguatan inflasi di Jepang diyakini cenderung bersifat temporer.
"Untuk menarik minat investor dengan kupon yang menarik, yen mungkin dapat menjadi mata uang yang relatif menarik untuk pembiayaan. Sementara itu, penerbitan rupiah sebagai pengganti global bond berpotensi lebih menarik investor asing, sejalan dengan prospek ekonomi yang relatif stabil, serta potensi penguatan nilai tukar rupiah," jelasnya.
Rencana Prefunding Pemerintahan Prabowo
Sebelumnya, wacana pemerintah melakukan prefunding APBN 2025 diungkapkan oleh Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Riko Amir.
“Jadi, sampai akhir tahun tidak akan lagi menerbitkan SBN valas, kecuali untuk prefunding APBN 2025, yakni pembiayaan yang dilakukan tahun ini untuk 2025,” jelas Riko dalam Media Gathering APBN 2025, dikutip Jumat (27/9/2024).
Dia menjelaskan, sesuai ketentuan yang berlaku, prefunding hanya boleh dilakukan sebelum tahun anggaran berjalan atau pada kuartal IV. Misalnya, prefunding 2025 dilakukan pada kuartal IV/2024 atau sepanjang Oktober hingga Desember 2024.
Alasan lainnya, kata dia, pemerintah memilih melakukan prefunding karena melihat kondisi pasar keuangan yang positif sejalan dengan suku bunga yang sudah mulai turun.
“Opportunity [kesempatan] menarik utang lagi bagus, oke kita gas pol untuk tahun depan dimungkinkan,” lanjutnya.
Riko menekankan bahwa penarikan utang sebelum tahun anggaran berjalan ini juga bertujuan untuk menurunkan biaya utang itu sendiri.
Meski demikian, Riko menyebutkan pemerintah masih belum menentukan rencana prefunding SBN, apakah melalui valas atau domestik. Ketentuan tersebut akan sangat bergantung pada perekonomian dan kondisi pasar.
“Ini sifatnya lebih fleksibel. Ke depan diharapkan perekonomian kita baik dan kondisi market lebih menarik, memenuhi pembiayaan jatuh tempo,” ungkapnya.