Bisnis.com, JAKARTA – Kantor Staf Presiden (KSP) mengakui Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) dalam 10 tahun kepemimpinan Jokowi tidak kunjung membaik.
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Edy Priyono menyampaikan pemerintah masih terus mendorong ICOR menuju angka ideal, yakni 4. Saat ini, ICOR Indonesia berada di level 6,9.
“Itu menunjukkan efisiensi, semakin tinggi ICOR, semakin tidak efisien. Kita membutuhkan investasi semakin besar untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang sama,” ujarnya dalam giat Indef: Evaluasi 1 Dekade Jokowi: Antara Pencapaian dan Tantangan dalam YouTube INDEF, dikutip Minggu (6/10/2024).
ICOR merupakan rasio yang menunjukkan hubungan antara peningkatan belanja modal termasuk infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi. Angka tersebut bisa menjadi salah satu parameter yang menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara.
Dengan kata lain, ICOR menunjukkan jumlah investasi yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 1%.
Dengan ICOR 6,9, artinya setiap peningkatan pertumbuhan ekonomi 1% membutuhkan peningkatan investasi infrastruktur sebesar 6,9%. Sementara itu, sejumlah negara maju memiliki ICOR di bawah 3.
Baca Juga
“Dan ini menjadi PR kami yang tidak mudah diselesaikan karena memerlukan langkah konsisten dan jangka panjang,” lanjut Edy.
Dalam paparan Edy menyebut ICOR justru cenderung meningkat dalam 10 tahun kepemimpinan Jokowi. Di mana pada 2014-2019, ICOR berada di level 6,5. Sementara pada periode kedua Jokowi (2019-2023), ICOR justru semakin anjlok ke angka 6,9.
Membandingkan dengan periode Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ICOR berhasil turun dari 5,7 (2000-2004) ke 5,3 pada 2004-2009. Meski telah berhasil turun, pada periode kedua SBY ICOR kembali meningkat ke angka 5,8.
Edy menyampaikan ICOR menjadi penting karena menjadi indikator kebutuhan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.
“Tapi inefisiensi perekonomian yang menjadi tantangan saat ini dan menjadi masalah. Ini juga kita akui,” jelasnya.