Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2024 mencatatkan deflasi sebesar 0,12% secara bulanan (month to month/MtM) atau secara tahunan terjadi inflasi 1,84% (year on year/YoY).
Sementara secara tahun berjalan, inflasi mencapai 0,74% (year to date/YtD), lebih rendah periode yang sama pada tahun lalu yang sebesar 1,70% (YtD).
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan bahwa deflasi bulanan yang terjadi selama 5 bulan beruntun mencerminkan pasokan domestik yang kuat, terutama pada sektor pangan. Peningkatan produksi telah mendorong penurunan harga.
Namun demikian, deflasi ini kata Andry masih bersifat sektoral, dengan penurunan yang paling signifikan terjadi di sektor makanan dan transportasi.
Andry memperkirakan, stabilitas harga energi global dan tidak adanya perubahan besar pada subsidi bahan bakar domestik akan menjaga inflasi tetap rendah sepanjang sisa tahun ini. Meski demikian, menurutnya tekanan inflasi menjelang akhir tahun masih berpotensi meningkat.
"[Tekanan inflasi] didorong oleh pemilihan kepala daerah dan efek musiman, yang dapat meningkatkan pengeluaran untuk barang dan jasa impor," katanya melalui keterangan tertulis, Selasa (1/10/2024).
Baca Juga
Andry mengatakan, bank-bank sentral telah menurunkan suku bunga, yang menandakan meningkatnya dukungan untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.
Federal Reserve atau The Fed yang baru-baru ini memangkas Fed Funds Rate (FFR) sebesar 50 basis poin dan memberi sinyal penurunan lebih lanjut telah menciptakan sentimen pasar yang positif, yang mengarah pada apresiasi rupiah.
Bank Indonesia (BI) pun telah menurunkan BI Rate, yang didukung oleh membaiknya kepercayaan di pasar keuangan global dan stabilitas rupiah.
"Dengan perkembangan ini, kami memperkirakan dampak dari imported inflation akan berkurang. Secara keseluruhan, kami telah merevisi turun proyeksi inflasi domestik menjadi 2,57% [YoY] untuk tahun ini, lebih rendah dari perkiraan kami sebelumnya," kata Andry.