Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menanggapi rencana presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto yang ingin memangkas subsidi energi dan mengubah skema penyalurannya menjadi bentuk bantuan langsung tunai.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan, wacana Prabowo tersebut sejatinya sama dengan tujuan pemerintah saat ini, yaitu agar penyaluran subsidi energi tepat sasaran.
“Targetnya sama. Targetnya adalah idealnya subsidi adalah kepada orang langsung untuk meningkatkan daya belinya,” kata Agus kepada wartawan dikutip, Minggu (29/9/2024).
Namun, Agus mengaku belum ada pembicaraan mengenai rencana perubahan skema penyaluran subsidi BBM, LPG, maupun listrik menjadi bantuan langsung tunai antara pemerintah dengan tim presiden terpilih.
Adapun, saat ini, Agus mengatakan bahwa penyaluran subsidi BBM dan lainnya masih berbasis komoditas. Artinya, harga BBM, LPG, dan listrik yang diberikan subsidi.
Sementara itu, pemberian subsidi dalam bentuk bantuan langsung tunai merupakan jenis subsidi tertutup atau berbasis penerima manfaat.
Baca Juga
“Kalau sistem terbuka itu harganya masih yang disubsidi. Kalau subsidi langsung yang disubsidi orangnya. Orang yang tidak mampu disubsidi untuk punya kemampuan membayar barang sesuai dengan harganya,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, penasihat ekonomi utama Prabowo, Burhanuddin Abdullah mengatakan bahwa pemerintahan Prabowo ingin memangkas subsidi energi dan mengubah skema penyalurannya menjadi bentuk bantuan langsung tunai.
Burhanuddin menuturkan, pemerintah baru akan dapat menghemat anggaran hingga Rp200 triliun dengan penyaluran subsidi energi yang tepat sasaran.
“Kami ingin memperbaiki data...sehingga subsidi dapat diberikan dalam bentuk bantuan tunai secara langsung kepada keluarga-keluarga yang layak menerimanya. Itulah yang akan kami lakukan,” ujar Burhanuddin, dikutip dari Reuters, Jumat (27/9/2024).
Dia menuturkan bahwa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, pemerintah telah merancang postur belanja mencapai Rp3.621 triliun. Namun, sebagian besar akan digunakan untuk membayar utang dan kewajiban-kewajiban lainnya.
Oleh karena itu, Burhanuddin menuturkan, diperlukan penghematan anggaran untuk mendanai program-program pemerintahan baru.