Bisnis.com, JAKARTA - Harga rumah di China kembali melanjutkan tren penurunan, bahkan sedikit lebih cepat pada Agustus 2024, efek dari memudarnya rencana terbaru terkait penyelamatan dari krisis properti.
Biro Statistik Nasional dalam datanya, Sabtu (14/9/2024), melaporkan bahwa harga rumah baru di 70 kota di China, tidak termasuk perumahan bersubsidi negara, turun sebesar 0,73% dari Juli 2024, menyusul penurunan 0,65% sebulan sebelumnya.
“Nilai rumah bekas turun 0,95%, dibandingkan dengan penurunan 0,8% sebulan sebelumnya,” bunyi laporan tersebut, mengutip Bloomberg, Minggu (15/9/2024).
Data-data tersebut menyoroti upaya Negeri Tirai Bambu dalam mengatasi krisis properti di saat tekanan deflasi menambah suramnya perekonomian.
Faktanya, upaya pemerintah Beijing untuk memacu permintaan domestik tidak banyak membantu memulihkan pasar perumahan, sehingga membahayakan target pertumbuhan pemerintah dan mendorong para ekonom untuk menyerukan stimulus tambahan.
Anjloknya nilai properti yang berkepanjangan telah membuat para pembeli rumah enggan untuk mengeluarkan uang. Alih-alih membeli rumah, para pembeli tengah menunggu penurunan harga lebih lanjut.
Baca Juga
Direktur Penelitian di China Index Holdings, Chen Wenjing, mengatakan, hanya beberapa kota besar yang kemungkinan akan melihat peningkatan aktivitas pembelian rumah.
“Masih ada tekanan besar agar harga rumah baru terus turun,” kata Chen Wenjing.
Para pemangku kebijakan telah mengambil langkah-langkah untuk menggenjot permintaan pembeli rumah tahun ini. Langkah ini termasuk mengurangi biaya pinjaman KPR dan melonggarkan pembatasan pembelian.
Kendati begitu, tanda-tanda pemulihan penjualan pada Juni 2024 terbukti berumur pendek lantaran pembeli properti mengantisipasi harga rumah baru akan turun lebih jauh.
Kampanye Beijing untuk membeli rumah yang tidak terjual guna mengurangi kelebihan pasokan telah mengalami implementasi yang lambat, sebagian besar didorong oleh rencana ekonomi yang tidak menarik bagi pemerintah daerah.
Kepala Penelitian Properti China di CGS International Securities Hong Kong, Raymond Cheng, menyebut bahwa penjualan rumah tetap lebih lemah dari yang diharapkan.
“Jika masalah ini tidak diselesaikan, harga properti dan kontraksi volume transaksi akan terus berlanjut,” ujarnya.
Adapun, saham pengembang China telah merosot lebih jauh ke pasar yang melemah. Bloomberg Intelligence menunjukkan terjadi penurunan lebih dari 40% dari titik tertingginya pada pertengahan Mei 2024.
Kepada Bloomberg, seorang narasumber yang mengetahui masalah ini menyebut bahwa China siap memangkas suku bunga KPR yang beredar senilai lebih dari US$5 triliun, paling cepat pada bulan ini, karena pemerintah mempercepat langkah untuk memacu konsumsi.
Namun, Raymond Cheng menilai bahwa dampak dari kebijakan tersebut tidak akan terlalu berdampak besar pada pasar properti meskipun hal tersebut dapat membantu pendapatan dan konsumsi rumah tangga.