Bisnis com, JAKARTA — Beberapa waktu belakangan, pemerintah terus mengumumkan kebijakan yang akan berdampak kepada beban hidup masyarakat, mulai dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), cukai rokok dan minuman manis, hingga tarif kereta rel listrik (KRL).
Sejumlah skema kenaikan tersebut tak lepas dari target pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak hingga membuat subsidi lebih tepat sasaran pada 2025 atau tahun pertama pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.
Berdasarkan Rancangan APBN (RAPBN) 2025 yang sudah diberikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada DPR pada medio Agustus 2024, penerimaan negara dari pajak direncanakan mencapai Rp2.490,9 triliun atau naik Rp181 triliun dari rencana tahun ini yang senilai Rp2.309,9 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan pajak yang tumbuh 6,94% (year-on-year/yoy) tersebut akan diakselerasi sejalan dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“[Optimalisasi pendapatan] Melalui undang-undang HPP yaitu reform dari sisi legislasi, peraturan, peningkatan tax ratio, pelaksanaan core tax system yang kita harapkan bisa memulai live akhir tahun ini,” ujarnya dalam konferensi pers RAPBN 2025, Jumat (16/8/2024).
Kendati demikian, berbagai lapisan masyarakat seperti parlemen hingga pengusaha mengkritisi berbagai wacana tersebut karena diyakini akan semakin menambah beban hidup masyarakat yang akhirnya berdampak negatif ke perekonomian secara keseluruhan.
Kenaikan PPN jadi 12%
Pengunjung melintas di salah satu pusat perbelanjaan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bisnis/Abdurachman
Prospek kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% misalnya, yang sudah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam beleid tersebut, kenaikan PPN sebesar 1% tersebut diatur akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan kenaikan tarif PPN itu akan tetap berlaku selama belum ada ketentuan perundangan-undangan lain yang batalkan Pasal 7 ayat (1) UU HPP.
"[Tetap naik 12%] sesuai dengan HPP," ujar Airlangga di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, Jumat (16/8/2024).
Di sisi lain, sejumlah fraksi di DPR kompak memprotes rencana kenaikan tarif PPN pada tahun depan. Masalahnya, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai kebijakan tersebut dikhawatirkan akan membuat angka inflasi semakin tinggi, biaya hidup masyarakat semakin berat, serta sektor usaha kecil dan menengah akan terdampak secara negatif.
Sementara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak kenaikan tarif PPN 12% karena diyakini akan memukul mundur kondisi perekonomian masyarakat. Apalagi, terdapat indikasi penurunan daya beli masyarakat karena terjadi deflasi sejak Mei lalu.
Senada, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) menyebutkan pemerintah harus mengantisipasi dampak negatif dari rencana kenaikan PPN 12% karena akan menurunkan daya beli masyarakat yang berakibat kepada kenaikan inflasi.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pun meminta agar kebijakan tarif PPN dibatalkan karena banyak cara lain seperti mengalokasikan biaya pajak dengan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor-sektor yang menjadi lokomotif penggerak banyak gerbong ekonomi.
Kenaikan Cukai Rokok & Minuman Manis
Ilustrasi minuman manis dalam kemasan (MBDK) yang dijual di mini market. Pemerintah berencana menerapkan cukai MBDK untuk menggenjot penerimaan dan mengurangi angka penderita diabetes. JIBI/Feni Freycinetia
Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok juga akan mengalami kenaikan pada 2025 seiring berakhirnya tarif multiyears 2023-2024. Bahkan, DPR sudah menyepakati usulan tarif cukai rokok naik minimal 5% pada tahun depan.
Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR Wahyu Sanjaya menyampaikan kenaikan tarif tersebut hanya berlaku untuk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM). Sementara untuk jenis rokok dari Sigaret Kretek Tangan (SKT), DPR mendorong pemerintah untuk membatasi kenaikannya.
“Membatasi kenaikan CHT pada jenis SKT untuk mendorong penambahan penyerapan tenaga kerja,” ungkapnya dalam kesimpulan Rapat Kerja BAKN dengan Kementerian Keuangan soal CHT, Selasa (10/9/2024).
Kendati demikian, kenaikan tarif minimal 5% notabenenya lebih rendah dari tarif multiyears 2023 dan 2024 yang rata-rata mengalami kenaikan sebesar 10% per tahun untuk semua golongan.
Di lain pihak, Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Agus Parmuji mengaku petani tembakau masih kecewa dengan dampak kenaikan cukai setiap tahun yang membuat penyerapan tembakau lokal yang menurun.
"Sampai saat ini kami petani tembakau masih belum merasakan ada niat baik dari pemerintah pusat untuk melindungi hak keberlangsungan masa depan petani tembakau," kata Agus, Rabu (11/9/2024).
Apalagi, Agus menuturkan saat ini harga tembakau sedang mengalami penurunan yang disebabkan iklim cuaca yang memengaruhi kualitas tembakau. Sementara itu, penyerapan tembakau dari industri sedang melemah yang dipengaruhi kenaikan cukai.
Dia memberi contoh harga tembakau di Bojonegoro tahun lalu ketika panen bagus Rp55.000 per kg, hingga saat ini mengalami penurunan 5%-10% menjadi Rp50.000 per kg.
Tak hanya rokok, RAPBN 2025 juga menambah minuman berpemanis dalam kemasan alias MBDK sebagai barang kena cukai. Bahkan, pemerintah dan DPR sudah merestui agar penarikan cukai minuman manis resmi berlaku tahun depan.
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara Dewan Perwakilan Rakyat (BAKN DPR) menyepakati usulan tarif cukai minuman manis 2,5% pada 2025 dan naik bertahap sampai 20%. Hal tersebut tercantum dalam Simpulan Rapat Kerja BAKN DPR dengan Menteri Keuangan terkait Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada masa sidang I tahun 2024—2025.
Kenaikan Tarif KRL
Rangkaian kereta rel listrik atau KAI Commuter melintas di Jakarta, Senin (18/9/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha
Sementara itu, tarif KRL Jabodetabek direncanakan naik sebesar Rp1.000. Meski demikian, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Risal Wasal mengaku belum tahu kapan kenaikan tarif KRL tersebut bakal diterapkan.
“Kajian itu [rencana menaikan tarif KRL] ada sebenarnya, waktu itu kita mau naikan sebesar Rp1.000 perak posisinya. Tapi untuk penerapannya belum,” kata Risal saat ditemui di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Rabu (11/9/2024).
Dia hanya menegaskan, tarif KRL belum akan naik dalam waktu dekat karena masih akan menunggu restu kabinet pemerintahan Prabowo nantinya.
Tak hanya kenaikan tarif Rp1.000, sebelumnya juga heboh penetapan skema tarif KRL Jabodetabek berbasis Nomor Induk Kependudukan agar subsidi lebih tepat sasaran. Namun, Risal kembali menegaskan bahwa wacana tersebut masih akan dirumuskan lebih lanjut oleh pemerintahan selanjutnya.
"Kenaikannya juga belum ada keputusan itu apakah ada atau tidaknya. [Soal terif berbasis NIK] tunggu deh, kita nunggu kabinet baru deh seperti apa arahnya ya, kalau tebak-tebakan tidak keren juga,” ujarnya.
Komunitas pengguna KRL yang tergabung dalam KRLMania sudah memprotes keras rencana pemerintah yang akan menetapkan subsidi tarif berbasis NIK. KRLMania berpendapat, kebijakan tersebut akan kontraproduktif.
Bagaimanapun, KRL merupakan transportasi sehingga tidak boleh didasarkan pada kemampuan ekonomi atau domisili penggunanya.
"Dalam pandangan kami, langkah ini merupakan kebijakan yang tidak tepat sasaran dan berpotensi men-disinsentif kampanye penggunaan transportasi publik," kata Nurcahyo, salah satu perwakilan KRLMania dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (30/8/2024).
Menurutnya, subsidi pemerintah pada transportasi publik seharusnya dimotivasi oleh kepentingan untuk mendorong penggunaan transportasi publik yang dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara.
Sejalan, Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno menyatakan kritik yang sama. Menurutnya, jika akses transportasi umum kian sulit maka masyarakat akan beralih ke kendaraan pribadi sehingga berisiko memperburuk polusi udara di Jabodetabek.
Eddy menegaskan, seharusnya transportasi publik di Jakarta dan sekitarnya terus diperbanyak. Tak hanya itu, kualitas dan kelayakannya terus diperbaiki.
"Salah satu cara terbaik mengurangi polusi adalah memperbanyak transportasi publik dan memperbanyak jumlahnya agar mudah diakses masyarakat. Di saat yang bersamaan, perlu dilakukan pembatasan kendaraan bermotor berbahan bakar fosil," kata Eddy, Jumat (30/8/2024).