Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tangis Guru Ana dan Potret Anggaran Pendidikan Era Prabowo

Dua kejadian terkait dunia pendidikan mengemuka di sela kedatangan Sri Paus Fransiskus ke Jakarta awal pekan ini.
Annasa Rizki Kamalina,Aprianus Doni Tolok,Surya Dua Artha Simanjuntak
Jumat, 6 September 2024 | 11:15
Wali siswa calon peserta didik baru mengajukan pembuatan akun Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SD Grogol Selatan 08, Jakarta, Senin (20/5/2024). Berdasarkan aturan PPDB Jakarta tahun 2024, jalur yang dibuka bagi jenjang Sekolah Dasar (SD) antara lain jalur zonasi 73 persen, afirmasi 25 persen, dan perpindahan tugas orangtua/anak guru/anak tenaga pendidikan sebesar dua persen. ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga
Wali siswa calon peserta didik baru mengajukan pembuatan akun Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SD Grogol Selatan 08, Jakarta, Senin (20/5/2024). Berdasarkan aturan PPDB Jakarta tahun 2024, jalur yang dibuka bagi jenjang Sekolah Dasar (SD) antara lain jalur zonasi 73 persen, afirmasi 25 persen, dan perpindahan tugas orangtua/anak guru/anak tenaga pendidikan sebesar dua persen. ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga

Bisnis.com, JAKARTA — Dua kejadian terkait dunia pendidikan mengemuka di sela kedatangan Sri Paus Fransiskus ke Jakarta awal pekan ini.

Peristiwa pertama saat Ana Nur Awaliyah, seorang guru yang berkarya di Pulau Buton menceritakan minat dan kegiatannya di dunia pendidikan yang salah satunya untuk mengentaskan kemiskinan.

Ana dengan terisak menceritakan pengalamannya bisa terlibat Scholas Occurentes, gerakan pendidikan yang diinisiasi Paus Fransiskus. Gerakan ini memiliki kurikulum untuk melihat dunia dari sisi rakyat miskin kota yang haus akan pendidikan.

"[Gerakan Pendidikan Scholas] menyadarkan yang kaya materi bahwa hidup tidak hanya memikirkan diri sendiri," ujarnya di Jakarta, Kamis (5/9/2024).

Dia menyebutkan, gerakan pendidikan membutuhkan visi dan misi yang membentuk kecerdasan dan saat yang sama kebahagiaan. Dia juga menekankan pentingnya para pemangku kepentingan di pendidikan untuk mendengar.

Tangis guru Ana akan pentingnya pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan mendengar dan melihat dari sudut penduduk miskin relevan dalam peristiwa kedua.

Secara paralel, pemerintah dan DPR tengah mendiskusikan mengubah tafsir belanja pendikan untuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2025 yang dijalankan pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto. Arah kebijakan ini hendak mengalihkan tafsir anggaran pendidikan wajib 20% dari berdasarkan pengeluaran menjadi pemasukan.

Usulan ini berpotensi mengurangi anggaran yang dialokasikan untuk sekolah. Jika perubahan ini diterapkan, anggaran pendidikan yang sebelumnya Rp665 triliun (mengacu pada belanja negara) dapat turun menjadi sekitar Rp560,4 triliun (mengacu pada penerimaan negara).

Tafsir ini mendapat kritikan dari ekonom dan polisi di DPR. Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), menilai kebijakan mandatory spending pendidikan ini penting bagi Indonesia dalam jangka panjang, untuk itu seharunya anggaran tidak diturunkan dengan dalih reformulasi.

"Jika sudah ditetapkan 20% [dari belanja] untuk pendidikan, itu tidak boleh diutak-atik. Wacana untuk merombaknya menurut saya tidak tepat," ujar Bhima dalam kepada Bisnis, Kamis (5/9/2024).

Bhima menjelaskan, meskipun anggaran pendidikan sering dievaluasi karena dianggap tidak tepat sasaran dan bahkan ada indikasi korupsi, itu tidak berarti anggaran tersebut harus dikurangi. Menurutnya, yang perlu dilakukan adalah memperbaiki efektivitas program, bukan mengurangi anggaran secara keseluruhan.

“Ketika mereka bilang program pendidikan tidak efektif, lantas anggarannya dipangkas, uangnya akan dialokasikan untuk program lain yang tidak terkait langsung dengan output pendidikan,” tambahnya.

Bhima juga mengusulkan bahwa reformulasi anggaran seharusnya lebih diarahkan pada birokrasi yang terlalu besar, bukan pada anggaran pendidikan.

Sebagai informasi, mandatory spending adalah pengeluaran negara yang diatur oleh undang-undang dengan tujuan mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi antar-daerah. Sejak 2009 pemerintah diwajibkan menyisikan 20% dari APBN telah dialokasikan untuk pendidikan.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper