Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, terjadi pergeseran prioritas pengeluaran masyarakat kelas menengah dalam sepuluh tahun terakhir atau selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Saat pembayaran pajak naik, belanja-belanja untuk makanan hingga pendidikan justru turun.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan, BPS mengelompokkan pengeluaran masyarakat ke 11 sektor utama. BPS pun membandingkan pengeluaran kelas menengah pada 2014 dan 2024 berdasarkan 11 sektor tersebut.
Hasilnya, terjadi penurunan pengeluaran kelas menengah untuk pendidikan, kesehatan, perumahan, dan makanan. Sebaliknya, terjadi peningkatan pengeluaran kelas menengah untuk hiburan, pajak/iuran, kendaraan, barang tahan lama, pakaian, barang/jasa lainnya, dan keperluan pesta.
"Terjadi shifting [pergeseran] prioritas pengeluaran kelas menengah dalam 10 tahun terakhir," ujar Amalia dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2024).
Perinciannya, urutan prioritas pengeluaran kelas menegah pada 2014 yaitu makanan (45,53%), perumahan (32,87%), barang jasa lainnya (4,56%), pendidikan (4,32%), kesehatan (3,27%), kendaraan (2,97%), pakaian (2,18%), barang tahan lama (1,72%), pajak/iuran (1,62%), keperluan pesta (0,75%), dan hiburan (0,22%).
Sementara itu, urutan prioritas pengeluaran kelas menengah pada 2024 adalah makanan (41,67%), perumahan (28,52%), barang jasa lainnya (6,48%), pajak/iuran (4,53%), kendaraan (3,99%), pendidikan (3,66%), keperluan pesta (3,18%), kesehatan (2,86%), pakaian (2,44%), barang tahan lama (2,29%), dan hiburan (0,38%).
Baca Juga
Jika dibandingkan maka pengeluaran yang paling banyak mengalami peningkatan adalah pajak/iuran (+2,91%) dan keperluan pesta (+2,43%). Sementara pengeluaran yang paling banyak mengalami penurunan yaitu perumahan (-4,35%) dan makanan (-3,86%).
Ramai-Ramai Kelas Menengah Turun Kasta Jadi Aspiring Middle Class
Amalia juga mengungkapkan bahwa setidaknya 9,4 juta penduduk kelas menengah telah turun kasta ke kelompok aspiring middle class (rentan miskin dan menuju kelas menengah) selama 2019 sampai dengan 2024.
BPS mencatat, pada 2019 ada 57,33 juta kelas menengah atau 21,45% dari total penduduk Indonesia. Kini pada 2024, jumlah kelas menengah menjadi 47,85 juta atau 17,13% dari total penduduk Indonesia.
Pada periode yang sama, terjadi peningkatan jumlah dan persentase kelompok penduduk rentan miskin (dari 54,97 juta menjadi 67,69 juta atau dari 20,56% menjadi 24,23%) dan menuju kelas menengah (dari 128,85 juta menjadi 137,50 juta atau dari 48,2% menjadi 29,22%).
Artinya, 9,4 juta penduduk kelas menengah yang hilang selama 2019—2024 mengalami turun kasta—bukan naik kasta. Amalia menilai, pandemi covid-19 pada 2020 menjadi salah satu alasan utama penurunan kasta jutaan kelas menengah tersebut.
"Kami mengidentifikasi masih ada scaring effect dari pandemi Covid-19 terhadap ketahanan kelas menengah," jelasnya.
Lebih lanjut, Amalia mengungkapkan persentase kelas menengah yang bekerja di sektor formal menurun dibandingkan selama pemerintahan Jokowi. Pada 2014, ada 62,76% kelas menengah bekerja di sektor formal namun kini pada 2024 hanya tinggal 29,36%.
Lebih terperinci, dia menjelaskan ada peningkatan kelas menengah yang bekerja di sektor pertanian (12,9% pada 2014 menjadi 19,97% pada 2024). Berbanding terbalik, terjadi penurunan kelas menengah yang bekerja di sektor jasa (67,78% pada 2014 menjadi 57,05% pada 2024).
Amalia menjelaskan, BPS mengategorikan kelas menengah sebagai penduduk dengan konsumsi per kapita 3,5—17 kali garis kemiskinan. Dalam konteks Indonesia pada 2024, yang masuk kategori kelas menengah adalah penduduk yang pengeluarannya Rp2.040.262—9.909.844 per bulan.