Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Komentar Para Mantan Menko Perekonomian soal Nasib Kelas Menengah RI, Ekonomi Harus Tumbuh 7%?

Para Mantan Menko Perekonomian dan pejabat teras pemerintahan menyampaikan sejumlah pandangan untuk mendorong kualitas kelompok kelas menengah Ri. Seperti apa?
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Bidang Perekonomian periode Mei-Oktober 2014 Chairul Tanjung, Menko Perekonomian periode 2015-2019 Darmin Nasution, Menko Perekonomian sementara periode Mei-Agustus 2008 Sri Mulyani Indrawati, Menko Perekonomian periode 2004-2005 Aburizal Bakrie, dan sejumlah pejabat teras berbincang usai Dialog Ekonomi di kompleks Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (27/8/2024). / Bisnis-Arief Hermawan P
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Bidang Perekonomian periode Mei-Oktober 2014 Chairul Tanjung, Menko Perekonomian periode 2015-2019 Darmin Nasution, Menko Perekonomian sementara periode Mei-Agustus 2008 Sri Mulyani Indrawati, Menko Perekonomian periode 2004-2005 Aburizal Bakrie, dan sejumlah pejabat teras berbincang usai Dialog Ekonomi di kompleks Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (27/8/2024). / Bisnis-Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Gagasan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6% hingga 7% untuk keluar dari middle income trap dan mengejar target Indonesia Emas 2045 menjadi salah satu topik perbincangan dalam pertemuan tokoh-tokoh ekonomi, yakni para mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Agenda berupa Dialog Ekonomi yang bertajuk "Peran dan Potensi Kelas Menengah Menuju Indonesia Emas 2045" itu digelar di Gedung AA Maramis, Jakarta dan dilakukan secara tertutup. 

Adapun, para tokoh yang hadir adalah Doradjatun Kuntjoro-Jakti (Menko Perekonomian periode 2001—2004), Aburizal Bakrie (Menko Perekonomian periode 2004—2005), Sri Mulyani Indrawati (Menko Perekonomian sementara periode Mei—Agustus 2008), Chairul Tanjung  (Menko Perekonomian periode Mei—Oktober 2014), dan Darmin Nasution (Menko Perekonomian periode 2015—2019).

Selain itu, ada pula Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Deputi Bidang Ekonomi KKP/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti hingga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani.

Usai pembahasan tertutup, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto selaku tuan rumah pun menjelaskan secara terbuka bahwa kelas menengah memiliki peran penting bagi Indonesia, lantaran menjadi motor penggerak ekonomi Tanah Air. Menurutnya, kini proporsi kelas menengah sekitar 17,13% dari total penduduk Indonesia. 

"Dan aspiring middle class itu sudah mendekati 50%. Tentunya, pada waktu sebelum Covid-19 angkanya sedikit lebih tinggi, itu karena ada efek dari Covid-10 yang seriing disampaikan sebagai scaring effect," ujar Airlangga, Selasa (28/8/2024). 

Istilah aspiring middle class sendiri merujuk pada kelompok masyarakat yang berhasil naik kelas, tetapi masih rentan miskin.

Dia pun berharap bahwa situasi ini dapat segera diperbaiki. Alhasil, Airlangga menegaskan pembahasan yang saat itu berlangsung yakni mengenai karakteristik kelas menengah, khususnya terkait dengan pola konsumsi. 

Di mana, pengeluaran terbesar bagi kelompok ini biasanya berasal dari sektor kebutuhan untuk makanan, kemudian perumahan, kesehatan, pendidikan hingga hiburan atau sektor jasa.

"Perumahan menjadi prioritas, ini menjadi salah satu pengeluaran kedua terbesar setelah makanan dan minuman, sehingga bagi kelas menengah sektor perumahan ini menjadi penting," ungkap Airlangga.

Kemudian, kata dia, kelas menengah juga punya peran strategis untuk mendukung perekonomian. Selain berkontribusi terhadap entrepreneurship ataupun kewirausahaan, kelas menengah juga berperan terhadap penciptaan lapangan kerja.

"Dan tentu investasi menjadi penting, investasi yang positif tentu akan membuat perubahan sosial terutama untuk mencapai Indonesia Emas 2045," ujarnya. 

Oleh karena itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar ini mengklaim pemerintah ingin terus mendukung kelas menengah dan mengurangi jumlah aspiring middle class lewat berbagai upaya, termasuk dengan meluncurkan sejumlah insentif seperti program perlindungan sosial, insentif pajak, kartu prakerja, jaminan kehilangan pekerjaan, hingga kredit usaha rakyat (KUR).

Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, Jalan Keluar dari Middle Income Trap?

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pun optimistis bahwa strategi menaikkan pertumbuhan ekonomi nasional ke level 6% hingga 7% bisa mendukung program pemerintah mengejar target Indonesia Emas 2045.

Deputi Bidang Ekonomi KKP/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan target ini realistis sekaligus optimistis untuk menjadikan Indonesia keluar dari middle income trap.

"2045 kita nanti akan keluar dari middle income trap, kita harus bisa tumbuh 6%—7% rata-per tahun. Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional [RPJPN] 2025—2045, supaya bisa mencapai 6%—7% salah satu syaratnya adalah kita harus mempertebal kelas menengah," ujarnya usai agenda Dialog Ekonomi, Selasa (27/8/2024). 

Dia menyebut saat ini middle class berada di level 17%. Nanti secara bertahap akan dinaikkan hingga di atas 20% sampai akhir 5 tahun ke depan. Lebih jauh, dirinya memproyeksikan middle class pada 2045 dapat mencapai 80%. 

"Kita balik ya. Jadi proporsi kelas menengah tahun 2045 juga diharapkan mencapai 80%," ujar Amalia. 

Menurutnya, hal ini menjadi penting karena kelas menengah ini menjadi bantalan dari perekonomian. kata dia, agar perekonomian kokoh, maka kelas menengah haruslah tebal.

Adapun, dalam hal reformasi struktural yang dapat dilakukan guna mendukung kelas menengah Amalia menyebut industrialisasi menjadi penting. 

Dengan fokus pada penciptaan "middle class jobs" atau pekerjaan yang mendukung kelas menengah, pemerintah berharap dapat memberikan peluang yang lebih baik bagi pekerja untuk berpindah dari sektor informal ke sektor formal. 

"Itu menjadi penting supaya nanti yang tadinya informal bisa graduate menjadi formal. Kemudian pendapatan juga bisa naik kelas menjadi kelas menengah," ucapnya. 

Sikap optimistis soal pertumbuhan ekonomi yang dipatok 6%—7% nyatanya menular bagi sejumlah kalangan, termasuk bagi Menko Perekonomian periode 2004—2005 Aburizal Bakrie.

Menurutnya, semua insentif yang diberikan pemerintah mencakup seluruh masyarakat, termasuk kelas menengah. Tak hanya itu, dia pun menyetujui bahwa pembenahan infrastruktur merupakan salah satu indikator penting bagi Indonesia agar dapat lepas dari middle income trap.

"Infrastruktur [ya benar juga] tapi kan kalau menilai bahwa Pajak Pertambahan Nilai [PPN] tidak menyentuh menengah tidak benar, karena semua produksi barang ada PPN-nya, kalau PPN-nya dihapuskan atau dikurangi kan bagus buat kelompok menengah juga bagus," ujar kepada Bisnis, Selasa (27/8/2024)

Di sisi lain, Doradjatun Kuntjoro-Jakti yang sempat didapuk sebagai Menko Perekonomian periode 2001—2004 menilai bahwa pertumbuhan ekonomi 6%—7% yang dipatok itu tergantung pada situasi internasional. Sayangnya, dia enggan berkomentar lebih lanjut.

"Buat saya tergantung situasi dunia, jadi tidak bisa kita dengan ekonomi terbuka Indonesia ini, terus hanya membicarakan Indonesia ya enggak bisa, tergantung kepada situasi internasional," tandasnya kepada Bisnis, Selasa (28/8/2024). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper