Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah segudang janji kampanye dan program yang memerlukan anggaran jumbo, rasio utang pemerintah justru diprediksi akan turun sepanjang lima tahun ke depan atau pada masa pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Mungkinkah ramalan itu terwujud?
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa sejatinya rasio utang pemerintah sangat bergantung dari pengelolaan defisit APBN, rasio pajak, dan pembayaran utang jatuh tempo.
Melihat proyeksi dua hingga tiga tahun ke depan, rata-rata utang jatuh tempo per tahun senilai Rp800 triliun. Angka tersebut belum termasuk beban pembayaran bunga utang senilai Rp500 triliun hingga Rp550 triliun.
Artinya, pemerintah harus mengalokasikan anggaran sekitar Rp1.350 triliun per tahun untuk membayar kewajiban utang. Mengingat terbatasnya penerimaan negara, lantas pemerintah perlu mencari sumber dana yang sangat mungkin berasal dari pembiyaan utang.
"Kecenderungannya ada peningkatan penerbitan SBN sehingga berkorelasi dengan tambahan rasio utang pada tahun berjalan," ungkpanya kepada Bisnis, Senin (26/8/2024).
Di sisi lain, Bhima menyoroti bahwa peningkatan rasio pajak harus dilakukan secara hati hati, karena tidak boleh menghambat konsumsi dan investasi.
Baca Juga
Khawatirnya, rasio pajak yang terlalu agresif dengan menyasar basis pajak yang sama justru mengganggu pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).
"Kalau PDB-nya tumbuh lebih rendah dari penerbitan utang baru maka sulit rasio utang menurun," jelas Bhima.
Hal yang mungkin dilakukan untuk menurunkan rasio utang pemerintah, yaitu memilah prioritas belanja. Bhima melihat pemeritahan Prabowo perlu menetapkan belanja prioritas karena terkait kemampuan pembiayaan fiskal.
"Ya tinggal dipilih mana yang urgent, misalnya bangun IKN atau MBG [makan bergizi gratis] karena rasio utang mau diturunkan,” tegasnya.
Ramalan Rasio Utang Indonesia Turun
Sebelumnya, dalam Article IV Consultation tahun 2024, IMF menyebutkan bahwa utang publik tersebut diproyeksikan secara bertahap menurun menjadi sekitar 38,3% dari PDB dalam jangka menengah lima tahun ke depan atau hingga 2029, saat nantinya Prabowo Subianto memimpin.
"Terutama didorong oleh selisih pertumbuhan suku bunga kumulatif yang negatif," tulis IMF dalam laporannya, dikutip Minggu (25/8/2024).
IMF menyebutkan bahwa Indonesia telah menunjukkan disiplin fiskal yang kuat, memberikan ruang fiskal yang cukup untuk mengantisipasi risiko ke depan dengan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi.
Per Juli 2024, utang pemerintah tercatat berada di angka Rp8.502,69 triliun atau naik Rp57,82 triliun dari akhir Juni 2024.
Meski terpantau naik, rasio utang tersebut justru turun dari 39,13% pada Juni, menjadi 38,68% pada akhir Juli lalu. Angka tersebut masih jauh di bawah batas aman, yakni 60% sebagaimana diatur dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menegaskan pemerintah terus mengupayakan penurunan rasio utang terhadap PDB melalui berbagai cara.
Mulai dari optimalisasi pendapatan negara melalui efektivitas reformasi perpajakan, serta insentif fiskal yang terukur untuk mendorong akselerasi investasi dengan tetap menjaga iklim investasi.