Bisnis.com, JAKARTA - Analis Senior Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P. Sasmita memperkirakan bahwa tren penurunan permintaan produk tekstil dan pakaian jadi produksi dalam negeri masih akan terus terjadi hingga dua tahun ke depan.
Ronny menyampaikan, tren penurunan ini disebabkan oleh sejumlah alasan. Pertama, daya saing produk tekstil dan pakaian jadi dalam negeri semakin tergerus oleh produk impor yang sangat murah. Kedua, adanya pelemahan daya beli di tingkat kelas menengah.
“Ini berakibat pada perubahan preferensi perilaku membeli produk tekstil dan pakaian jadi yang lebih murah,” kata Ronny kepada Bisnis, Rabu (7/8/2024).
Untuk memperbaiki kondisi ini dalam dua tahun ke depan, Ronny menyebut bahwa perlu adanya perubahan kebijakan oleh pemerintahan mendatang. Di antaranya, dengan membuat kebijakan yang pro modernisasi sektor manufaktur Tanah Air, utamanya untuk tekstil dan pakaian jadi.
Selain itu, pemerintah perlu menghadirkan kebijakan yang terkait dengan penguatan daya beli masyarakat. Kebijakan ini, kata dia, diharapkan dapat meningkatkan permintaan dalam negeri atas produk domestik.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi terhadap produk domestik bruto mengalami perlambatan pada kuartal II/2024. Padahal, industri ini masih tumbuh positif di level 2,64% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal I/2024, kala industri tengah diterpa isu pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik.
Baca Juga
BPS mencatat, laju pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi mengalami kontraksi sebesar -0,03% yoy. Kendati begitu, kontraksi pada periode ini lebih kecil dibanding periode yang sama tahun lalu yang terkontraksi hingga -1,70%.
Secara kuartalan, industri tekstil pada kuartal II/2024 mengalami penurunan ke level -2,63% (quarter-to-quarter/q-t-q) atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh positif 5,92%.
Melemahnya industri pakaian juga menjadi salah satu biang kerok penurunan konsumsi rumah tangga yang tercatat tumbuh 4,93% yoy pada kuartal II/2024 atau turun dari periode yang sama tahun lalu sebesar 5,22% yoy.
BPS dalam laporannya juga mengungkapkan bahwa melambatnya pertumbuhan industri pakaian menjadi salah satu sektor yang memengaruhi stagnasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Mengingat, pertumbuhan konsumsi rumah tangga merupakan penopang utama PDB.
“Sub komponen secara yoy mengalami perlambatan seperti pakaian, alas kaki, dan jasa perawatan, sub komponen kesehatan dan pendidikan, serta transportasi dan komunikasi, dan lainnya,” jelas Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud, Senin (5/8/2024).