Bisnis.com, JAKARTA -- Neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 50 bulan beruntun. Pada laporan terbaru yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan per semester I/2024 mencatatkan surplus sebesar US$2,39 miliar, yang lebih rendah dibandingkan posisi Mei sebesar US$2,92 miliar.
Ekonom Bank Danamon Indonesia, Hosianna Evalita Situmorang, menuturkan bahwa capaian surplus ini memberi keyakinan akan daya tahan nilai tukar rupiah. Namun, menyusutnya neraca perdagangan mengancam neraca pembayaran Indonesia yang kembali minus pada kuartal I/2024.
Sebagai penjelasan, neraca pembayaran terdiri dari transaksi berjalan, transaksi modal, dan transaksi finansial. Neraca perdagangan merupakan komponen dari transaksi berjalan (current account). Sisi lain dari akun keuangan ini adalah neraca jasa dan neraca transfer unilateral.
"Kami mengantisipasi pelebaran defisit neraca transaksi berjalan seiring dengan menurunnya surplus neraca perdagangan, terutama karena melemahnya permintaan global terhadap produk ekspor," kata Hosianna pada Senin (15/7/2024).
Neraca perdagangan dan Neraca Pembayaran Indonesia memang dalam posisi anomali. Meski secara perdagangan mencatatkan surplus beruntun, neraca pembayaran dalam lima tahun terakhir berulang kali mencatatkan defisit. Perinciannya, dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia yang diterbitkan Bank Indonesia, neraca pembayaran mengalami defisit -US$5,97 miliar pada kuartal I/2024. Defisit juga terjadi pada kuartal II dan III tahun 2023, masing-masing sebesar -US$7,45 miliar dan -US$1,2 miliar, meski pada akhir tahun berbalik surplus.
Kondisi neraca pembayaran ini akan menentukan besaran cadangan devisa Indonesia, yang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. "Surplus neraca perdagangan yang berlanjut hingga Juni 2024 diperkirakan akan berdampak positif terhadap stabilitas nilai tukar rupiah," ujar Hosianna.
Baca Juga
Defisit neraca pembayaran pada triwulan I/2024 berasal dari neraca modal yang susut -US$2,3 miliar serta current account yang tersulut lonjakan impor dan neraca jasa. Erwin Haryono, Asisten Gubernur Bank Indonesia, dalam pernyataan tertulis pada akhir Mei 2024 menjelaskan bahwa kondisi defisit membuat cadangan devisa sedikit menurun namun masih berada dalam batas aman. Neraca pembayaran 2024 diperkirakan terjaga dalam kisaran defisit rendah sebesar 0,1% sampai dengan 0,9% PDB.
Pada Maret 2024, cadangan devisa Indonesia berada pada level US$140,4 miliar, setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat ribuan triliun uang asal Indonesia ditransfer keluar negeri selama semester I tahun 2024.