Bisnis.com, JAKARTA – Presiden terpilih Prabowo Subianto diklaim akan mengizinkan rasio utang terhadap PDB Indonesia naik menjadi 50%, asalkan pemerintahannya bisa meningkatkan pendapatan pajak.
Pernyataan ini dirilis Reuters, mengacu laporan Financial Times dengan mengutip Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran yang juga adiknya Hashim Djojohadikusumo.
Hashim mengatakan dalam sebuah wawancara di London bahwa Indonesia masih dapat mempertahankan peringkat layak investasi meskipun rasio utang terhadap PDB meningkat menjadi 50%.
"Idenya adalah untuk meningkatkan pendapatan dan menaikkan tingkat utang. Kami tidak ingin menaikkan tingkat utang tanpa menaikkan pendapatan [pajak, cukai, royalti, dari pertambangan dan bea masuk],” katanya, dikutip Kamis (11/7/2024).
Di sisi lain, Tim ekonomi Prabowo di Jakarta menolak berkomentar mengenai wawancara ini ketika dihubungi oleh Reuters pada hari Kamis.
Sebagai konteks, rasio utang Indonesia terhadap PDB pada akhir 2023 mencapai 38,6%. Sedangkan secara regulasi, pemerintah memiliki ruang untuk berhutang hingga 60% PDB.
Baca Juga
Timnya sebelumnya telah membantah sebuah laporan media bahwa Prabowo berencana untuk meningkatkan tingkat utang terhadap PDB dari di bawah 40% menjadi 50%. Mereka mengatakan pada saat itu bahwa presiden yang akan datang akan terus mematuhi aturan-aturan fiskal yang ada.
Di bawah Undang-Undang (UU) Keuangan Negara yang terbit pada 2003 atau 21 tahun silam, defisit anggaran pemerintah dibatasi pada 3% dari PDB dan rasio utang terhadap PDB tidak boleh lebih dari 60%.
Kekhawatiran mengenai rencana pinjaman Prabowo membebani harga obligasi dan rupiah bulan lalu, dan membantu menjatuhkan nilai tukar rupiah ke posisi terendah dalam empat tahun terakhir terhadap dolar.
Selama kampanye, Prabowo mengatakan bahwa ia ingin menaikkan tingkat utang publik, sementara juga berjanji untuk meningkatkan rasio pajak terhadap PDB menjadi 16% dari sekitar 10% saat ini.