Bisnis.com, JAKARTA – Rencana presiden terpilih Prabowo Subianto yang dikabarkan akan menaikkan rasio utang hingga mendekati 50% terhadap produk domestik bruto (PDB) dinilai akan menimbulkan gejolak dari sisi fiskal.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menjelaskan, dampak yang akan ditimbulkan, pertama, turunnya kepercayaan investor di pasar keuangan karena kredibilitas kebijakan fiskal yang diragukan.
“Apalagi tujuan untuk mendorong rasio utang untuk program konsumtif seperti makan siang gratis,” katanya kepada Bisnis, Minggu (16/6/2024).
Dampak kedua, yaitu risiko turunnya rating surat utang yang akan memicu lonjakan tingkat imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN).
Bhima memperkirakan, yield SBN berpotensi naik 100 hingga 300 basis poin (bps) sehingga menyebabkan beban bunga membengkak pada tahun berikutnya.
Ketiga, meningkatnya rasio utang menurut Bhima juga akan berimplikasi pada kenaikan tarif pajak atau akan adanya pungutan pajak baru.
Baca Juga
“Pembayar pajak baik pekerja dan pelaku usaha melihat kenaikan rasio utang akan berkorelasi dengan banyaknya pungutan pajak baru. Kalau utang naik, pajak akan tambah naik untuk mengimbangi kemampuan bayar utang,” jelasnya.
Keempat, yaitu potensi pelemahan nilai tukar rupiah yang cukup dalam karena kenaikan utang memicu pelebaran debt to service ratio (DSR). Hal ini artinya kebutuhan valas untuk pembayaran bunga dan pokok utang dengan penerimaan valas menjadi tidak berimbang.
Melansir Bloomberg, Presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan berencana menaikkan rasio utang pemerintah hingga mendekati 50% dari produk domestik bruto (PDB) pada akhir masa jabatannya pada 2029.
Sumber Bloomberg yang tidak ingin disebutkan namanya menyampaikan bahwa presiden terpilih berencana menaikkan rasio utang terhadap PDB sebesar 2 poin persentase per tahun selama lima tahun ke depan.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Ketua Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Sufmi Dasco Ahmad, telah membantah kabar tersebut. Dia menganggap bahwa munculnya isu rencana kenaikan rasio utang merupakan suatu dinamika di tengah transisi pergantian kepemimpinan.
“Terkait berita atau wacana yang dilontarkan dari luar seolah ada rencana Pak Prabowo akan menaikkan rasio utang pemerintah kita anggap dinamika serta opini dan bukan posisi formal kami,” katanya.