Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Hendra Sugandhi

Sekretaris Jendral Asosiasi Tuna Indonesia

Hendra Sugandhi saat ini menjabat sebagai Sekretaris Jendral Asosiasi Tuna Indonesia. Dia juga sebagai Managing Director at PT Tritunggal Segara Indonesia

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Paradoks Hilirisasi & Deindustrialisasi Perikanan

Hilirisasi adalah suatu proses pengolahan bahan mentah menjadi pro­­­­­­duk jadi yang lebih bernilai ting­­­gi.
Ilustrasi pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa./JIBI-Nurul Hidayat
Ilustrasi pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Dalam konteks ekonomi, hilirisasi dianggap sebagai strategi penting untuk meningkatkan daya saing suatu negara dan menciptakan keberlanjutan ekonomi jangka panjang.

Program hilirisasi gencar dicanangkan pemerintah, mengacu pada hilirisasi nikel yang dianggap berhasil. Sementara itu, hilirisasi produk perikanan sudah dilakukan oleh industri pengolahan ikan, namun terkendala minimnya pasokan bahan baku ikan utuh, seperti tuna, cakalang, rajungan, dan makarel yang terpaksa diimpor dari berbagai negara untuk meningkatkan utilisasi industri pengolahan ikan. Akibatnya, volume impor produk perikanan 2014—2023 meningkat 67,5%.

Program kebijakan hilirisasi perikanan untuk memperoleh nilai tambah harus didukung semua pihak. Akan tetapi, tidak semua jenis ikan dapat di-hilirisasi, bahkan nilai jual ikan tertentu akan makin turun jika diproses lebih lanjut.

Indonesia juga bukan satu satunya negara yang memiliki sumber daya ikan. Negara lain yang menjadi pemasok bahan baku ikan utuh juga dapat melarang ekspor dengan alasan program hilirisasi, dan mewajibkan perusahaan Indonesia untuk membangun pabrik pengolahan ikan di negara tersebut. Kemungkinan negara lain menuntut equal treatment harus diantisipasi agar tidak berujung sengketa di World Trade Organization (WTO).

Berdasarkan analisis data ekspor neto selama satu dekade, naik turunnya kinerja ekspor perikanan terkait erat dengan kebijakan dan regulasi pemerintah di sektor hulu. Anjloknya volume ekspor neto perikanan yang mencapai titik terendah selama satu dasawarsa pada 2017 merupakan dampak negatif kebijakan kontraproduktif yang menyebabkan seretnya pasokan bahan baku ikan ke industri pengolahan ikan yang berorientasi ekspor.

Sebaliknya, volume ekspor neto tertinggi pada 2020 juga merupakan dampak positif relaksasi kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan saat itu yang mempermudah dan mempercepat perizinan, serta menghapus beberapa peraturan menteri sebelumnya yang kontraproduktif, misalnya larangan transshipment dan pembatasan ukuran kapal maksimum 150 GT.

Namun, sayangnya relaksasi kebijakan ini hanya sesaat dan tidak berlanjut. Bahkan, kemudian muncul peraturan kontraproduktif yang baru, sehingga wajar jika ekspor neto turun karena pasokan bahan baku ikan kembali seret.

Penetapan target pendapatan negara bukan pajak (PNBP) perikanan yang terlalu ambisius dan tidak realistis melahirkan kebijakan yang menghambat pertumbuhan industri perikanan. Kenaikan PNBP perikanan jika hanya berasal dari kenaikan komponen pengali merupakan kenaikan semu, dan kontraproduktif jika tidak disertai dengan peningkatan pasokan hasil tangkapan nelayan.

Volume ekspor neto (ekspor-impor) produk perikanan yang turun 16,19% mencerminkan menyusutnya pasokan bahan baku industri pengolahan ikan yang berorientasi ekspor, dan turunnya tingkat utilitas industri pengolahan ikan selama 10 tahun.

Tapi anehnya angka perolehan produk domestik bruto (PDB) sektor perikanan atas harga yang berlaku terus meningkat tidak pernah turun. Sementara itu, pangsa pasar ekspor produk perikanan Indonesia dalam perdagangan dunia dari sisi nilai juga makin kecil, hanya 2.94% (2022) dan hanya menduduki peringkat ke 11.

Deindustrialisasi ibarat mimpi buruk berkepanjangan bagi pelaku usaha dan paradoks dengan program hilirisasi yang gencar dicanangkan pemerintah.

Pelemahan di sektor hulu jelas berdampak ke sektor hilir. Program hilirisasi tidak akan berjalan efektif tanpa adanya peningkatan volume pasokan bahan baku ikan domestik. Meskipun, pasokan bahan ikan impor juga dapat meningkatkan hilirisasi ekspor produk perikanan yang bernilai tambah, tapi sebaiknya jadi pilihan terakhir.

Peningkatan pasokan bahan baku ikan domestik yang signifikan juga akan berdampak positif mendorong hilirisasi industri pengolahan limbah perikanan, seperti kulit ikan, tulang ikan, cangkang udang, kepiting, dan limbah ikan lainnya yang menghasilkan nilai tambah tinggi, sekaligus dapat mendukung program kebijakan blue economy (zero waste) yang merupakan salah satu target sustainable development goals (SDGs).

Program hilirisasi juga harus memberikan insentif bagi produsen produk perikanan bernilai tambah yang memiliki kode HS (harmonized system) tertentu sebaiknya dibebaskan dari kewajiban retensi devisa hasil ekspor.

Peta jalan hilirisasi perikanan harus disusun berdasarkan data empirik yang divalidasi dan diverifikasi bersama para pemangku kepentingan, termasuk asosiasi pelaku usaha. Percepatan program hilirisasi harus disertai relaksasi kebijakan dan mengoreksi peraturan-peraturan yang kontraproduktif, termasuk menurunkan tarif pungutan hasil perikanan (PHP) menjadi tarif tunggal 2% untuk semua ukuran kapal yang beroperasi di atas 12 mil, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pasokan bahan baku melalui optimalisasi dan ekstensifikasi pemanfaatan sumber daya ikan di zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI), dan laut lepas. Diskriminasi tarif PHP berdasarkan ukuran kapal terbukti melemahkan hak Indonesia untuk memanfaatkan sumber daya ikan ZEEI dan laut lepas.

Semoga kabinet mendatang berkomitmen untuk memperkuat sektor hulu untuk mendorong industrialisasi perikanan yang berkelanjutan dan berdaya saing global.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper