Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat menilai langkah pemerintah semakin terbatas untuk mengejar target pendapatan negara dari perpajakan yang dipatok sebesar Rp1.988,9 triliun tahun ini. Sepanjang Januari hingga Juni 2024, penerimaan pajak tertekan oleh jumlah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau restitusi pajak.
Penerimaan pajak turun 7,9%, dengan penurunan terbesar berasal dari PPh Badan yang turun 34,5% dan peningkatan restitusi PPh dan PPN yang naik hingga 70,3%. Kementerian Keuangan mencatat bahwa kontraksi penerimaan pajak akibat peningkatan restitusi terjadi di sektor industri pengolahan (sawit, logam, pupuk), pertambangan, dan perdagangan.
Secara bruto, setoran pajak dari industri pengolahan terkontraksi 2,4% (year-on-year/yoy). Sementara secara neto, atau setelah restitusi, penerimaan semakin terkontraksi hingga 15,4%.
Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menyebutkan bahwa peningkatan restitusi menjadi alasan utama pelemahan kinerja penerimaan perpajakan. "Untuk bulan Mei 2024, peningkatan restitusi PPh badan masih menghantui kinerja penerimaan pajak. Sedangkan pengaruh restitusi PPN DN terhadap penerimaan sudah mulai berkurang," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (9/7/2024).
Meski pemerintah memiliki beberapa langkah untuk meningkatkan penerimaan negara, Fajry menilai opsi kebijakan sangat terbatas mengingat risiko politik yang tinggi pascapilpres. "Opsi yang ada adalah dengan melakukan intensifikasi, yang sudah dijalankan oleh otoritas pajak," tambahnya.
Menurut Fajry, sulit bagi pemerintah untuk mencapai target Rp1.988,9 triliun tanpa mempertimbangkan kondisi para pelaku usaha atau potensi penerimaan yang sebenarnya. Pelaku usaha menjadi pihak yang paling terdampak jika pemerintah memaksakan capaian tersebut. Sektor industri dan perdagangan berperan penting dalam menyetor pajak kepada negara.
Baca Juga
"Kita tidak ingin penerimaan pajak bagus tetapi mengorbankan pelaku usaha. Yang benar adalah industri kuat, penerimaan pajak juga kuat," tegasnya.
Kementerian Keuangan memproyeksikan penerimaan perpajakan tahun ini tidak akan mencapai target. Fajry menyebutkan hal itu sejalan dengan faktor makro ekonomi yang tercermin dalam data Badan Pusat Statistik (BPS).
Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada kuartal I/2024 hanya mencapai 4,13% (year-on-year/yoy), lebih rendah dibandingkan kuartal I/2023 yang tumbuh sebesar 4,43%. Sektor perdagangan juga tumbuh lebih rendah pada kuartal I/2024 sebesar 4,58%, dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 4,94%.
Tak Capai Target
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperingatkan bahwa kinerja penerimaan negara dari pajak maupun bea dan cukai pada akhir tahun ini tidak akan mencapai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Meski demikian, pendapatan secara umum diproyeksikan tetap tumbuh sebesar 0,4% (year-on-year/yoy) meski penerimaan dari pajak, bea, dan cukai di bawah target.
"Outlook pendapatan negara dari sisi pajak akan mencapai 96,6% dari APBN, tipis 2,9% [yoy]. Ini artinya perekonomian nasional masih relatif terjaga, meskipun tekanan dari beberapa komoditas relatif besar," jelasnya dalam Rapat Kerja Banggar dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, Senin (8/7/2024).
Per 30 Juni 2024 atau hingga semester I/2024, Sri Mulyani berhasil mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp893,8 triliun ke kas negara atau 44,9% dari target. Prognosis pemerintah hingga akhir tahun nanti menunjukkan pajak hanya akan mencapai Rp1.921,9 triliun, atau Rp66,9 triliun lebih rendah dari target.