Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penurunan Tingkat Kemiskinan Era Jokowi Jauh dari Target, Kok Bisa?

Penurunan tingkat kemiskinan pada Maret 2024 masih jauh dari target yang ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tahun ini. Apa penyebabnya?
Warga beraktivitas di pemukiman kawasan Menteng Pulo, Jakarta, Senin (11/9/2023). Bisnis/Arief Hermawan P
Warga beraktivitas di pemukiman kawasan Menteng Pulo, Jakarta, Senin (11/9/2023). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat kemiskinan di dalam negeri turun menjadi sebesar 9,03% pada Maret 2024, dari 9,36% pada tahun sebelumnya (year-on-year/yoy)

Jumlah penduduk miskin pada Maret 2024 mengalami penurunan menjadi sebanyak 25,22 juta orang, dari 25,90 juta orang pada Maret 2023. 

Meski demikian, penurunan tingkat kemiskinan pada Maret 2024 tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tahun ini yang sebesar 6,5%-7,5%.

Target tersebut pun telah disesuaikan dari target sebelumnya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024 yang mencapai 6%-7%.

Dalam dokumen rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025, pemerintah memandang bahwa tingkat kemiskinan pada tahun ini hanya berpotensi turun ke kisaran 8,5%-9,0%.

Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas Maliki menyampaikan bahwa penyesuaian target penurunan tingkat kemiskinan menjadi 6,5%-7,5% pada tahun ini karena mempertimbangkan adanya dampak dari pandemi Covid-19.

Dia tidak memungkiri target tersebut berat untuk dicapai dan tidak dapat terealisasi hanya dengan pendekatan biasa, tetapi memerlukan terobosan lainnya.

"Target yang ditetapkan pemerintah tersebut dengan asumsi adanya stabilitas kondisi perekonomian dan penyempurnaan pada tiga pilar penurunan kemiskinan, yaitu pengurangan beban masyarakat, peningkatan pendapatan melalui program-program pemberdayaan dan ketenagakerjaan, serta pengurangan kantong-kantong kemiskinan melalui perluasan dan perbaikan infrastruktur dan layanan dasar," katanya kepada Bisnis, Selasa (2/7/2024). 

Ketiga pilar tersebut, lanjutnya, harus didukung oleh penggunaan satu data yang sama untuk pensasaran program. 

Dalam pelaksanaannya, Maliki mengatakan bahwa memang masih banyak ditemui ketidaktepatan sasaran dalam penyaluran program, baik yang bersifat inclusion maupun exclusion error.

“Hal ini berdampak cukup signifikan dalam upaya percepatan penurunan kemiskinan. Inclusion dan exclusion error berdampak pada pengurangan efektivitas dan efisiensi anggaran dan program-program pengurangan kemiskinan,” imbuhnya. 

Ke depan, pemerintah berharap penggunaan satu sistem data melalui Registrasi Sosial Ekonomi yang memiliki peringkat kesejahteraan penduduk hampir 100%, dapat menjadi entry poin untuk penyaluran seluruh program-program kementerian/lembaga (K/L) dan daerah. 

“Perlu ada data yang menyeluruh yang dapat menjadi pegangan seluruh pihak, K/L, pemerintah daerah, dan bahkan pelaku pembangunan bukan pemerintah, dengan data satu terintegrasi dan konsisten, program akan lebih terintegrasi,” jelasnya.

Lebih lanjut, Maliki mengatakan bahwa program-program perlindungan sosial juga diarahkan agar terintegrasi, utamanya program bantuan sosial, jaminan sosial, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. 

“Hal ini untuk memastikan keterkaitan antar program yang dapat membantu masyarakat graduasi dari kondisi kemiskinan dan kerentanan ekonomi secara berkelanjutan,” kata dia.

Maliki menambahkan pemerintah ke depan juga berupaya mendorong peningkatan inklusi sosial untuk kesejahteraan, utamanya bagi penyandang disabilitas, lanjut usia, dan kelompok rentan lainnya, untuk meningkatkan kesetaraan dalam memperoleh perlindungan sosial, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, serta kemudahan akses layanan lainnya.

Pemerintah pun melakukan mitigasi untuk kelompok menengah dengan memperkenalkan program asuransi dan tabungan, pendidikan keuangan, akses ke layanan kesehatan yang terjangkau, peningkatan kualitas pekerjaan, dan dukungan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah.

“Dengan pendekatan ini, pemerintah berusaha tidak hanya mengatasi kemiskinan saat ini, tetapi juga membangun pondasi yang kuat untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, yang dapat meningkatkan kualitas hidup semua lapisan masyarakat, termasuk kelompok menengah,” tutur Maliki.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper