Bisnis.com, JAKARTA - Eramet SA, perusahaan tambang asal Prancis, mengumumkan bahwa perusahaan telah memutuskan untuk tidak berinvestasi di proyek pabrik bahan baku baterai kendaraan listrik di Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara.
Proyek smelter nikel-kobalt senilai US$2,6 miliar atau setara dengan Rp42,72 triliun (asumsi kurs Rp16.431 per US$) tersebut semula akan digarap bersama pabrikan kimia asal Jerman, BASF SE.
Eramet menyatakan, setelah melakukan penilaian mendalam, termasuk strategi pelaksanaan proyek, kedua mitra memutuskan untuk tidak melakukan investasi tersebut.
Geoff Streeton, Chief Development Officer Eramet, mengatakan bahwa perusahaan akan terus mengevaluasi potensi investasi dalam rantai nilai baterai nikel untuk kendaraan listrik di Indonesia dan akan terus memberikan informasi kepada pasar pada waktunya.
"Indonesia akan memainkan peran penting di pasar nikel global pada masa depan," ujar Streeton melalui pernyataan resmi Eramet, dikutip Selasa (25/6/2024).
"Eramet tetap fokus untuk mengoptimalkan sumber daya tambang Weda Bay secara bertanggung jawab untuk memasok bijih kepada produsen nikel lokal dan terus mengeksplorasi peluang untuk berpartisipasi dalam rantai baterai nikel untuk kendaraan listrik di Indonesia," lanjutnya.
Baca Juga
Diberitakan sebelumnya, BASF juga menyatakan akan mundur dari proyek smelter nikel-kobalt tersebut. Keputusan tersebut dipicu oleh pertumbuhan penjualan kendaraan listrik yang melambat.
BASF menyebut bahwa ketersediaan baterai berbasis nikel yang berkualitas secara global telah meningkat sejak proyek ini dimulai. Perusahaan tidak lagi melihat perlunya investasi sebesar itu.
Berdasarkan catatan Bisnis, BASF dan Eramet telah menandatangani kesepakatan untuk melakukan kajian pengembangan pabrik high-pressure acid leaching (HPAL) dan base metal refinery (BMR) di Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara, sejak 2020.
Pabrik HPAL tersebut akan mengolah bijih nikel dari deposit Weda Bay menjadi produk antara nikel dan kobalt, sementara BMR akan memasok nikel dan kobalt untuk memproduksi precursor cathode active materials (PCAM) dan cathode active materials (CAM) untuk baterai litium kendaraan listrik.
Proyek yang kemudian diberi nama Sonic Bay tersebut direncanakan akan menghasilkan sekitar 67.000 ton nikel dan 7.500 ton kobalt per tahun.
Pada April 2023 lalu, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyebut, sejumlah isu perizinan untuk komitmen investasi awal pembangunan pabrik bahan baku baterai listrik dari duet perusahaan eropa, BASF dan Eramet, mendekati rampung. Bahlil bahkan mengatakan komitmen investasi keduanya dapat direalisasikan pada awal semester II/2023.