Bisnis.com, JAKARTA- Kebijakan hilirisasi nikel yang dimulai sejak dua tahun lalu lewat pelarangan ekspor bijih nikel kian membuahkan hasil. Investasi fasilitas pengolahan atau smelter nikel ke Tanah Air makin masif seiring dengan demam kendaraan listrik yang terjadi di banyak negara di dunia.
Tentu saja, banjirnya investasi smelter nikel di Indonesia tentunya bukan tanpa alasan. Indonesia memproduksi 1,6 juta ton nikel pada 2022 berada di posisi kedua setelah Australia sebagai negara dengan cadangan terbesar di dunia, yaitu 21 juta ton.
Melansir Nikkei Asia pada Sabtu (13/5/2023), raksasa besi dan baja asal Korea Selatan, POSCO Holdings (POSCO) akan membangun smelter nikel di Halmahera, Maluku Utara. Nilai investasi smelter yang ditargetkan rampung pada 2025 itu mencapai US$441 juta.
Smelter POSCO di Halmahera akan mengolah nikel menjadi produk setengah jadi (intermediate product) untuk kemudian dijadikan sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik. Produk yang dihasilkan oleh smelter tersebut diketahui dapat digunakan untuk memproduksi hingga 1 juta mobil listrik.
POSCO tidak sendirian, produsen bahan kimia terkemuka Jerman, BASF dan perusahaan pertambangan Prancis, Eramet juga akan membangun smelternya di Maluku Utara.
Nilai investasi yang dikeluarkan untuk smelter tersebut tidak main-main, mencapai US$2,6 miliar. Nantinya, smelter hasil usaha dua perusahaan atau joint-venture itu akan memproduksi senyawa nikel-kobalt yang digunakan dalam baterai mobil listrik.
Baca Juga
Pimpinan kedua perusahaan tersebut diketahui sudah bertemu dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi Jokowi di Jerman pada 16 April 2023 untuk menyampaikan rencana investasinya.
Kehadiran POSCO, BASF, dan Eramet membuat industri pengolahan nikel di Tanah Air jadi makin semarak. Mereka sedikit demi sedikit menggeser dominasi perusahaan asal China yang sudah terlebih dahulu membangun smelter nikelnya, khususnya di Sulawesi dan Maluku Utara.
Keberadaan smelter yang dibangun oleh perusahaan China tidak lepas dari adanya kerjasama dengan perusahaan lokal. Salah satu contoh adalah PT Trimegah Bangun Persada Tbk atau Harita Nickel yang membangun fasilitas pengolahan nikel bekerjasama Lygend Resources & Technology, China.
Selain itu, contoh lainnya PT Merdeka Battery Materials, perusahaan pengolahan nikel anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk yang bermitra dengan raksasa baterai asal China, Contemporary Amperex Technology (CATL).
Di sisi lain, kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia berhasil “mendamaikan” Amerika Serikat (AS) dan China dalam proyek pembangunan smelter di Sulawesi Tenggara. Ford Motor berinvestasi di smelter nikel PT Vale Indonesia Tbk yang mana pembangunan dan pengoperasiannya melibatkan Zhejiang Huayou Cobalt, China.