Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyetujui permohonan perubahan skema kontrak bagi hasil dari gross split menjadi cost recovery empat blok minyak dan gas bumi (migas) garapan PT Pertamina Hulu Energi (PHE).
Keempat lapangan migas itu, di antaranya Blok Offshore Southeast Sumatra (OSES), Offshore North West Java (ONWJ), Attaka, dan Tuban East Java.
“Kita perhitungkan begitu [cost recovery naik], kita minta juga kamu kalau dikasih ini kamu mau ngasih berapa [produksi],” kata Arifin saat ditemui di Gedung Ditjen Migas, Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Persetujuan migrasi kontrak itu turut mengerek perkiraan tambahan anggaran cost recovery atau pengembalian biaya operasi hulu migas tahun depan.
Arifin meminta tambahan anggaran pengembalian operasi hulu migas di rentang US$8,5 miliar sampai dengan US$8,7 miliar ke Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat rapat kerja penetapan Asumsi Dasar Sektor ESDM dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, Rabu (19/6/2024) kemarin.
Usulan tambahan anggaran cost recevery itu, kata Arifin, untuk mengakomodasi sejumlah perubahan kontrak bagi hasil dari PHE tahun depan.
Baca Juga
Kendati demikian, Arifin menegaskan, kementeriannya menagih rencana produksi yang lebih agresif dari PHE selepas persetujuan peralihan kontrak tersebut.
“Terutama lapangan-lapangan Pertamina yang kita perhitungkan akan pindah karena dengan gross split jadi ogah-ogahan,” tuturnya.
Di sisi lain, dia mengatakan, kementeriannya turut mengevaluasi usulan perubahan kontrak bagi hasil teranyar untuk Blok Rokan. Menurut dia, Pertamina telah melakukan pengeboran yang masif di salah satu lapangan penyangga lifting minyak tersebut.
“Blok Rokan posisinya masih dievaluasi,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PHE Chalid Said Salim mengatakan, permohonan pengajuan pindah skema kontrak itu sudah didiskusikan bersama dengan pemerintah sejak tahun lalu. Hanya saja, kata Chalid, proposal resmi baru disampaikan awal tahun ini.
“Diskusinya sudah lama, tetapi di-submit secara resmi baru awal tahun,” kata Chalid saat ditemui di kompleks DPR, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Chalid mengatakan, pengajuan alih skema kontrak bagi hasil itu dilakukan untuk mendukung keekonomian lapangan yang telah berusia tua.
“Banyak ya, keekonomian dan sebagainya,” kata Chalid.
Hingga April 2024, realisasi cost recovery telah mencapai US$2,12 miliar atau 25,7% dari keseluruhan anggaran cost recovery yang disiapkan tahun ini di level US$8,25 miliar.
Adapun, Komisi VII DPR RI menyepakati anggaran cost recovery pada 2025 berada di rentang US$8,25 miliar sampai dengan US$8,5 miliar.