Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina Hulu Energi (PHE) resmi mengajukan permohonan perubahan skema kontrak bagi hasil dari gross split menjadi cost recovery di empat blok minyak dan gas bumi (migas) yang dikelolanya pada awal tahun ini.
Keempat blok yang diajukan untuk migrasi menjadi cost recovery itu, di antaranya Blok Offshore Southeast Sumatra (OSES), Offshore North West Java (ONWJ), Attaka, dan Tuban East Java.
Direktur Utama PHE Chalid Said Salim mengatakan, permohonan pengajuan pindah skema kontrak itu sudah didiskusikan bersama dengan pemerintah sejak tahun lalu. Hanya saja, kata Chalid, proposal resmi baru disampaikan awal tahun ini.
“Diskusinya sudah lama, tetapi di-submit secara resmi baru awal tahun,” kata Chalid saat ditemui di kompleks DPR, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Chalid mengatakan, pengajuan alih skema kontrak bagi hasil itu dilakukan untuk mendukung keekonomian lapangan yang telah berusia tua.
“Banyak ya, keekonomian dan sebagainya,” kata Chalid.
Baca Juga
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat sebagian lapangan migas tidak dapat dikembangkan lantaran terkendala urusan keekonomian. Kendala investasi itu disebabkan karena kontrak bagi hasil atau production cost sharing (PSC) yang dinilai tidak menguntungkan bagi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Sebelumnya, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Noor Arifin Muhammad mengatakan, lebih dari lima PSC terpaksa jalan di tempat lantaran terganjal isu keekonomian tersebut.
Noor menuturkan, beberapa KKKS tengah mengajukan permohonan insentif tambahan dan kemungkinan peralihan kontrak dari gross split rezim lama menjadi cost recovery.
“Tidak bisa jalan karena belum ekonomis,” kata Noor saat ditemui di sela-sela agenda the 4th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas Industry 2023 (ICIUOG) di Badung, Bali, Kamis (21/9/2023).
Sementara itu, SKK Migas menganggarkan dana cost recovery atau pengembalian biaya kontraktor seluruhnya sebesar US$8,3 miliar setara dengan Rp129,23 triliun (asumsi kurs Rp15.570 per dolar AS) tahun ini.
Alokasi cost recovery itu lebih tinggi dari realisasi cost recovery yang diberikan pemerintah kepada kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sepanjang 2023 di angka US$7,7 miliar atau sekitar Rp119,88 triliun. Kendati demikian, alokasi cost recovery tahun ini tidak bergeser dari target 2023 di angka yang sama, US$8,3 miliar.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, anggaran cost recovery tahun ini diharapkan tidak bergeser dari pagu yang telah ditetapkan pemerintah. Kendati, kata Tjip sapaan karibnya, sejumlah KKKS telah mengajukan peralihan skema kontrak bagi hasil dari gross split menjadi cost recovery saat ini.
“Ada beberapa KKKS yang akan mengusulkan perubahan dari gross split ke cost recovery tetapi tetap kita akan targetkan untuk tidak melampui bujet yang diberikan sebesar US$8,3 miliar,” kata Tjip saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Asumsinya tahun ini, pendapatan kotor atau gross revenue industri hulu migas dapat mencapai US$33,7 miliar atau lebih rendah dari pendapatan sepanjang tahun sebelumnya di level US$34,3 miliar. Lewat asumsi itu, bagian pendapatan negara dikunci di angka US$12,9 miliar dan bagian kontraktor US$12,5 miliar. Sisanya, cost recovery sebesar US$8,3 miliar.