Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SKK Migas Ungkap Sederet Alasan Molornya Target 1 Juta Barel Produksi Minyak

Target produksi minyak 1 juta barel per hari dipastikan akan molor hingga 3 tahun. SKK Migas mengungkap terdapat sejumlah faktor yang menjadi penyebab.
Ilustrasi pengeboran minyak lepas pantai/Bloomberg
Ilustrasi pengeboran minyak lepas pantai/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkap alasan mundurnya program jangka panjang atau long term plan (LTP) produksi 1 juta barel minyak per hari (bopd) dan 12.000 juta kaki kubik per hari gas (MMscfd).

Awalnya, SKK Migas menargetkan produksi 1 juta barel minyak per hari (bopd) dan 12.000 juta kaki kubik per hari gas (MMscfd) bakal terealisasi pada 2030. Belakangan, target tersebut diperkirakan akan molor sekitar 3 tahun dari target awal.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, mundurnya target ini dikarenakan imbas pandemi Covid-19 yang terjadi beberapa tahun lalu.

“Kami sudah mereviu ada perbedaan, pergeseran terhadap upaya yang 1 juta itu, karena apa, pertama Covid-19, di mana dengan Covid-19 membatasi mobilisasi tenaga kerja dan peralatan dan delay project,” kata Dwi saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Kamis (6/6/2024).

Selain itu, Dwi menyampaikan kondisi keuangan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) juga menjadi salah satu penyebab molornya target 1 juta barel tersebut. 

Ditambah, adanya persoalan geopolitik yang menganggu kelancaran pengembangan proyek migas di dalam negeri. Contohnya, yang terjadi di Blok Tuna. 

“KKKS misalnya Tuna yang di Natuna karena geopolitik partnernya ZN dari Rusia harus melepaskan dan sebagainya,” ucapnya.

Blok Tuna dioperatori oleh perusahaan asal Inggris, Premier Oil Tuna B.V. (Harbour Energy Group) dengan hak partisipasi 50%. Premier Oil bermitra dengan ZN Asia Ltd, anak usaha BUMN Rusia Zarubezhneft, yang juga memegang hak partisipasi 50%.

Adanya kemitraan dengan BUMN Rusia tersebut membuat Premier Oil mengalami kesulitan untuk merealisasikan rencana pengembangan Blok Tuna. Hal ini lantaran sanksi yang ditetapkan Uni Eropa dan pemerintah Inggris. Sanksi itu menjadi tindaklanjut dari sikap Uni Eropa dan pemerintah Inggris atas invasi Rusia ke Ukraina sejak awal tahun lalu.

Belakangan, ZN Asia memutuskan untuk hengkang dan saat ini tengah dalam proses mencari penggantinya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper