Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meluncurkan hasil pemeriksaannya terhadap pemerintah soal pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Semester II/2023.
Sehari sebelum dokumen BPK rilis pada hari ini, Selasa (4/6/2024), Bambang Susantono resmi mengundurkan diri sebagai Kepala Otorita IKN (OIKN) setelah dua tahun menjabat.
Lebih lanjut, BPK melakukan pemeriksaan terhadap pembangunan IKN yang telah berlangsung sejak 2022.
Pertama, BPK melihat pembangunan infrastruktur yang berlangsung tersebut belum sepenuhnya selaras dengan RPJMN Tahun 2020-2024, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR Tahun 2020-2024, dan Rencana Induk IKN.
Sementara perencanaan pendanaan belum sepenuhnya memadai, antara lain sumber pendanaan alternatif selain APBN berupa KPBU dan swasta murni/BUMN/BUMD yang belum dapat terlaksana.
Kedua, fakta yang terjadi di lapangan bahwa persiapan pembangunan infrastruktur IKN belum memadai yang ditunjukkan oleh adanya kendala mekanisme pelepasan kawasan hutan.
Baca Juga
“2.085,62 Ha dari 36.150 Ha tanah masih dalam penguasaan pihak lain karena belum diterbitkannya hak pengelolaan lahan [HPL], serta belum selesainya proses sertifikasi atas 5 area hasil pengadaan tanah,” tulis BPK dalam dokumen tersebut, dikutip Selasa (4/6/2024).
Ketiga, pelaksanaan manajemen rantai pasok dan peralatan konstruksi untuk pembangunan infrastruktur IKN Tahap I juga belum optimal.
BPK mencatat kurangnya pasokan material dan peralatan konstruksi untuk pembangunan IKN, harga pasar material batu split dan sewa kapal tongkang tidak sepenuhnya terkendali, pelabuhan bongkar muat untuk melayani pembangunan IKN belum dipersiapkan secara menyeluruh, dan kurangnya pasokan air untuk pengolahan beton.
Terakhir, Kementerian PUPR belum sepenuhnya memiliki rancangan serah terima aset, rencana alokasi anggaran operasional, serta mekanisme pemeliharaan dan pengelolaan aset dari hasil pembangunan infrastruktur IKN Tahap I.
Rekomendasi BPK
Atas permasalahan yang terjadi, BPK meminta Kementerian PUPR untuk koordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait skema pendanaan pembangunan infrastruktur IKN tahap II guna memitigasi risiko munculnya permasalahan terkait pendanaan.
Pasalnya, hingga tahap kelima groundbreaking yang sudah dilakukan, OIKN masih mengejar investasi sekitar Rp50 triliun dari target Rp100 triliun dengan tenggat waktu Desember 2024.
Sementara persoalan tanah, BPK mendorong Menteri PUPR untuk meningkatkan koordinasi antarpihak/instansi terkait, termasuk merumuskan solusi dan rencana aksi percepatan dalam proses pembebasan lahan.
Melakukan pemantauan dan evaluasi kebutuhan material dan peralatan kontruksi berdasarkan kondisi lapangan secara berkala dan melakukan koordinasi kementerian terkait.
BPK meminta Kementerian PUPR bekerja sama dengan stakeholder terkait di luar instansi guna bersama-sama merencanakan suatu skema atau rencana mengenai kebutuhan air untuk industri yang mendukung pelaksanaan pembangunan infrastruktur IKN.
Terkait masalah serat terima aset, BPK merekomendasikan Kementerian PUPR melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam menyusun ketentuan tata kelola aset atas hasil pembangunan infrastruktur IKN tahap I dan tahap selanjutnya, sebelum diserahkan kepada Otorita IKN.