Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPK Temukan Penyebab Kas Negara Boncos Rp219 Miliar untuk Pendanaan Infrastruktur

BPK menemukan tiga masalah pengelolaan dan penggunaan utang pemerintah yang menyebabkan pemborosan kas negara Rp219 miliar untuk pendanaan infrastruktur.
Ilustrasi pembangunan jalan tol/Dok. PUPR
Ilustrasi pembangunan jalan tol/Dok. PUPR

Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan tiga permasalahan signifikan terhadap pengelolaan dan penggunaan utang pemerintah yang menyebabkan pemborosan kas negara senilai Rp219 miliar untuk pendanaan infrastruktur. 

Dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Semester II/2023, BPK mencatat temuan tersebut atas pengelolaan utang pemerintah dan penggunaan untuk pendanaan infrastruktur ekonomi, perkotaan, dan energi ketenagalistrikan tahun 2020-2022 pada Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). 

BPK melihat BUN, dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, boros dalam menggunakan utang pemerintah untuk sektor infrastruktur. 

Secara keseluruhan hasil pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan utang pemerintah dan penggunaan untuk pendanaan infrastruktur mengungkapkan 9 temuan yang memuat 13 permasalahan. 

“Permasalahan tersebut meliputi 11 kelemahan SPI, 1 permasalahan ketidakpatuhan, dan 1 permasalahan 3E sebesar Rp211,77 miliar dan US$469.200 atau total ekuivalen Rp219 miliar,” tulis BPK, dikutip Selasa (4/6/2024). 

Secara perinci, pada sub-aspek Penarikan dan Pelunasan Pinjaman, BPK menemukan permasalahan Pemerintah menanggung biaya utang nonbunga atas pinjaman luar negeri yang penarikannya tidak optimal. 

Kondisi tersebut terlihat dari pembayaran biaya utang yang tidak diikuti dengan penarikan nilai pinjaman proyek/kegiatan luar negeri, pembayaran commitment fee lebih besar dari yang direncanakan atas penarikan pinjaman proyek/kegiatan luar negeri dan pinjaman tunai yang tidak dilakukan sesuai jadwal dalam Loan Agreement.

Akibatnya, tercatat adanya pemborosan keuangan negara atas pembayaran commitment fee sebesar Rp65,93 miliar yang tidak diikuti dengan nilai penarikan pinjaman proyek/kegiatan.

Pemborosan juga terjadi pada pembayaran commitment fee sebesar Rp145,83 miliar dan US$469.200 yang lebih besar dari jumlah yang direncanakan dalam Loan Agreement.

Alhasil, secara kumulatif pemborosan yang dilakukan oleh BUN mencapai Rp219 miliar sepanjang 2020-2022 dalam hal pembiayaan infrastruktur. 

Meski demikian, dalam dokumen ini tidak disebutkan proyek mana yang terkoneksi dengan pembiayaan utang tersebut. 

Masalah lainnya, yakni perencanaan pengadaan pinjaman yang belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Kasus ini mengakibatkan potensi turunnya kredibilitas pemerintah di mata pemberi pinjaman atas pengefektifan pinjaman untuk pendanaan Proyek Java-Sumatra Interconnection Transmission Line Project (II) pada PT PLN yang telah diketahui tidak akan dilakukan penarikan.

Masalah terakhir, BPK menemukan permasalahan pemantauan dan evaluasi Pinjaman Luar Negeri yang belum efektif dan kebijakan pemberian reward dan punishment terkait pelaksanaan kegiatan yang didanai dari pinjaman luar negeri belum dilaksanakan.

Permasalahan tersebut antara lain mengakibatkan pencapaian target pembangunan melalui pendanaan pinjaman dan pemberian pinjaman kepada BUMN berisiko tidak sesuai dengan waktu yang direncanakan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper