Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kelas Menengah di Negara Maju Ini Ketar-ketir soal Keuangan dan Masa Depan

Mayoritas masyarakat kelas menengah AS mengaku insecure dan khawatir mengenai kondisi keuangan di masa depan berdasarkan sebuah survei.
Ilustrasi seorang warga berbelanja di supermarket yang mendorong inflasi Amerika Serikat (AS)./ Bloomberg
Ilustrasi seorang warga berbelanja di supermarket yang mendorong inflasi Amerika Serikat (AS)./ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Hampir dua pertiga penduduk Amerika Serikat (AS) yang masuk golongan kelas menengah mengaku sedang menghadapi masa ekonomi sulit dan tidak mengantisipasi adanya perubahan dalam hidup.

Dilansir Bloomberg pada Selasa (4/6/2024), hal tersebut berdasarkan survei yang dilakukan oleh National True Cost of Living Coalition. Dilihat dari indikator tradisional, ekonomi AS masih kuat dengan kondisi tenaga kerja solid, begitu juga dengan sektor perumahan, bursa saham, serta pertumbuhan ekonomi.

Namun, data-data tersebut tidak menangkap keadaan finansial dari jutaan keluarga yang khawatir terhadap masa depan dan tidak mampu menabung.

Dalam survei yang dilakukan Urban Institute terhadap 2.500 orang dewasa, sebanyak 65% dari masyarakat dengan pendapatan lebih dari 200% di atas batas kemiskinan, atau setidaknya US$60.000 untuk keluarga yang terdiri dari 4 anggota, sering digolongkan sebagai kelas menengah, menyatakan sedang berjuang dengan kondisi keuangan mereka.

Sebagian besar masyarakat Amerika yang berpendapatan tinggi juga merasa tidak aman secara finansial. Survei tersebut menunjukkan bahwa seperempat orang yang berpenghasilan lima kali lipat batas kemiskinan, atau dengan pendapatan tahunan lebih dari US$150.000 untuk keluarga beranggotakan empat orang, juga khawatir dalam membayar tagihan mereka.

Secara keseluruhan, terlepas dari tingkat pendapatannya, hampir 6 dari 10 responden merasa bahwa mereka saat ini mengalami kesulitan keuangan.

“Perekonomian sedang booming, namun banyak orang Amerika yang masih kesulitan keuangan,” kata Jennifer Jones Austin, CEO Federasi Badan Kesejahteraan Protestan, sebuah organisasi advokasi anti-kemiskinan yang merupakan bagian dari tim yang mengadakan jajak pendapat tersebut.

“Mereka tidak punya ruang untuk membuat rencana melebihi kebutuhan mereka saat ini,” katanya.

Sekitar 40% responden tidak dapat membuat rencana selain gaji berikutnya dan 46% tidak memiliki tabungan sebesar US$500. Jajak pendapat yang dilakukan pada bulan Februari menemukan bahwa lebih dari setengahnya mengatakan bahwa mengelola tingkat utang saat ini agak sulit.

Kenaikan suku bunga yang cepat, ditambah dengan tingginya tingkat utang, membantu menjelaskan ketidaksinkronan antara indikator ekonomi dan kondisi banyak orang Amerika secara finansial.

Jajak pendapat tersebut juga menyoroti kesenjangan antara rumah tangga yang terlindung dari dampak kenaikan suku bunga dan keluarga yang kewalahan dengan membengkaknya pembayaran pinjaman dan kartu kredit. Sebagai informasi, sepertiga responden mengatakan mereka tidak mempunyai utang sama sekali.

Respons terhadap tabungan juga menunjukkan kesenjangan yang besar. Sekitar satu dari lima responden memiliki tabungan setidaknya US$10.000, tetapi 28% tidak memiliki tabungan sama sekali. Secara keseluruhan, satu dari enam mengatakan mereka harus membuat keputusan sulit mengenai tagihan mana yang harus dibayar terlebih dahulu secara rutin.

David Jones, salah satu Ketua National True Cost of Living Coalition, mengatakan adanya hubungan antara hasil jajak pendapat tersebut dengan partai politik.

“Partai Republik, Independen, Demokrat mengungkapkan isu yang sama,” katanya. “Hal ini tidak akan hilang, siapa pun yang menjadi presiden.”

Beberapa temuan tersebut terlihat dalam survei tahunan ekonomi rumah tangga dan pengambilan keputusan Federal Reserve, yang diterbitkan bulan lalu. Dalam jajak pendapat tersebut, hampir separuh responden mampu menanggung pengeluaran sebesar US$2.000.

Namun, sebanyak 18% orang dewasa AS mengatakan biaya darurat terbesar yang dapat mereka atasi saat ini dengan menggunakan tabungan adalah di bawah US$100, dan 14% mengatakan mereka mampu menanggung biaya sebesar US$100 hingga US$499.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper