Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Impor Ban Kena Lartas, Bagaimana Nasib Alat Berat di Pertambangan?

Para pelaku industri alat berat menilai aturan baru terkait importasi ban yang masuk dalam Lartas, dianggap lebih memudahkan ketimbang skema Neraca Komoditas.
Alat berat dari UNTR beroperasi disaah satu tambang milik perusahaan./foto-UNTR
Alat berat dari UNTR beroperasi disaah satu tambang milik perusahaan./foto-UNTR

Bisnis.com, JAKARTA- Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) merespons kebijakan baru pemerintah terkait dengan penerapan larangan dan pembatasan (lartas) impor ban yang dapat memengaruhi pasokan ban untuk industri alat berat, khususnya di pertambangan.

Aturan lartas impor terbaru melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 dan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 10/2024 mengatur tata cara importasi berbasis volume guna menjaga industri dalam negeri.

Ketua Umum Hinabi Giri Kus Anggoro mengatakan aturan baru pembatasan impor ban justru menjadi angin segar setelah 4 tahun lamanya importasi ban dibatasi melalui sistem Neraca Komoditas (NK).

"4 tahun belakangan ini kami agak kesulitan walaupun industri alat berat menggunakan API-P [angka pengenal importir produsen] yang relatif lebih longgar, tetapi kuotanya selalu dikurangi dari yang diminta," kata Giri kepada Bisnis, Selasa (21/5/2024).

Penerapan NK yang sebelumnya di atur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian disebut mempersulit impor ban, sementara masih banyak jenis ban yang tak diproduksi dalam negeri.

Giri optimistis penerapan lartas impor melalui sejumlah persyaratan Persetujuan Impor (PI) termasuk pertimbangan teknis (Pertek) dapat lebih efektif mengatur volume supply-demand kebutuhan industri dalam negeri.

Terlebih, penerbitan Pertek oleh Kementerian Perindustrian dijamin dapat keluar dalam 5 hari kerja. Importasi ban juga kini dibebaskan, tak hanya produsen, namun juga bagi importir umum (API-U) dengan persyaratan tertentu.

"Kebijakan yang baru lebih membantu meningkatnya industri alat berat, mengingat permintaan di sektor pertambangan mulai kembali bergairah setelah sedikit lesu di kuartal pertama tahun ini, terutama untuk tambang nikel," ujarnya.

Adapun, Giri mencatat kebutuhan ban untuk industri alat berat cukup besar yakni rata-rata 4.000-5.000 unit per tahun dengan nilai berkisar Rp70-80 miliar.

Namun, dia mewanti-wanti pemerintah untuk memberikan kuota impor yang adil untuk pelaku industri. "Kami berharap pemegang kebijakan bisa lebih bijak untuk memberikan kuota terhadap pelaku industri," tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper