Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membantah tuduhan yang menyebut Pertimbangan Teknis (Pertek) sebagai penyebab penumpukan ribuan kontainer di pelabuhan utama, yakni Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Belawan.
Adapun, Pertek merupakan salah satu syarat untuk industri mendapatkan perizinan impor (PI) yang nantinya dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief mengatakan tanggapan Kemendag yang menyalahkan Pertek sebagai biang kerok 26.000 kontainer tertahan tidak berkaitan langsung dengan pihaknya.
"Kami sampaikan bahwa Kemenperin tidak terkait langsung dengan penumpukan kontainer di beberapa pelabuhan tersebut," ujar Febri dalam konferensi pers, Senin (20/5/2024).
Berdasarkan catatan Kemenperin, per Jumat (17/5/2024) pihaknya telah menerima 3.338 permohonan penerbitan Pertek untuk 10 komoditas. Dari seluruh permohonan tersebut, sebanyak 1.755 Pertek diterbitkan.
Sedangkan, 11 permohonan ditolak dan 1.098 permohonan Pertek atau 69,85% dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkap persyaratannya. Namun, Febri menyebut terdapat perbedaan jumlah Pertek dan PI yang diterbitkan Kemendag.
Baca Juga
"Sebagai contoh, dari total 1.086 Pertek yang diterbitkan untuk komoditas besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya, PI yang diterbitkan sejumlah 821, volume dari gap perbedaan tersebut kira-kira sekitar 24.000 jumlah kontainer," tuturnya.
Perbedaan tersebut diketahui setelah Rapat Koordinasi pada Kamis (16/5/2024) lalu. Dalam kesempatan yang sama, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengaku tidak mengetahui kepemilikan kontainer tersebut milik perusahaan angka pengenal importir umum (API-U) atau produsen (API-P).
Dalam hal ini, Kemenperin menegaskan bahwa sebagai pembina industri, pihaknya telah menjalankan fungsi untuk mengelola kebutuhan bahan baku industri agar dapat terpenuhi.
Kebijakan larangan dan pembatasan (lartas) impor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 selaras dengan tanggung jawabnya untuk melindungi barang-barang hasil produksinya dapat terserap pasar, khususnya dalam negeri.
"Dengan demikian, kami memiliki kepentingan agar ada pembatasan terhadap barang-barang impor yang serupa dengan barang-barang sejenis yang sudah diproduksi di dalam negeri," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah mengundangkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.8/2024 yang merupakan revisi dari Permendag No. 36/2023, sebelumnya juga mengalami revisi melalui Permendag No. 3/2024 dan No.7/2024.
Airlangga yang bertindak sebagai Menteri Perdagangan Ad Interim, menyampaikan ketetapan tersebut merupakan hasil rapat dirinya, bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jumat (17/5/2024) siang.
Pasalnya, sejak pemberlakuan Permendag No. 36/2023 jo. 3/2024 jo. 7/2024 per tanggal 10 Maret 2024, di mana dilakukan pengetatan impor dan penambahan persyaratan perizinan impor (berupa Pertek), terdapat kendala dalam proses perijinan impor, sehingga mengakibatkan penumpukan kontainer di beberapa pelabuhan utama.
“Bapak Presiden memberi arahan agar segera dilakukan revisi terhadap Permendag No.36/2023 yang telah direvisi menjadi No.3/2024 dan No.7/2024. Intinya adalah melakukan pengetatan impor dan penambahan persyaratan izin melalui Pertek [Peraturan Teknis] dan terdapat kendala dalam perizinan impor,” tuturnya dalam konferensi pers, Jumat (17/5/2024).
Dalam revisi kali ini, Airlangga menyampaikan memfokuskan pada penyelesaian permasalahan izin impor dan tertahannya 26.000 kontainer di berbagai pelabuhan di Indonesia. Jumlah kontainer yang tertahan dan belum bisa mengajukan dokumen impor, karena belum terbitnya PI dan Pertek, terbanyak berada di Pelabuhan Tanjung Priok sebesar 17.304 kontainer dan Pelabuhan Tanjung Perak sebanyak 9.111 kontainer.