Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menteri Bappenas Bongkar Bobroknya Keuangan Daerah, Ternyata..

Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa membongkar bobroknya kondisi keuangan pemerintah daerah di Indonesia. Apa katanya?
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa saat menemui awak media di Indonesia Development Forum 2022 di Movenpick Jimbaran, Bali, Senin (21/11/2022)/BISNIS-Annasa Rizki Kamalina.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa saat menemui awak media di Indonesia Development Forum 2022 di Movenpick Jimbaran, Bali, Senin (21/11/2022)/BISNIS-Annasa Rizki Kamalina.

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengungkap bobroknya kondisi keuangan daerah saat ini. 

Hal itu dia sampaikan saat memberikan pemaparan di acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2024 dalam rangka penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 bertema "Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan" di Jakarta Convention Center (JCC), Senin (6/5/2024). 

Dalam kesempata itu, Suharso mengungkapka upaya target pembangunan nasional harus disesuaikan dengan kondisi dan kapasitas fiskal pusat dan daerah.

"Pendapatan asli daerah itu belum dominan, masih didominasi ketergantungan PAD [pendapatan asli daerah] yang mencapai lebih dari 80% secara rerata nasional," ujarnya. 

Di sisi lain, Suharso mengungkapkan secara nasional, local tax ratio terbilang rendah hanya 0,51%. 

"Pajak daerah dan retribusi daerah belum mampu untuk mendanai infrastruktur dan pelayanan dasar lainnya. Karena itu, banyak hal yang mesti dikerjakan dan direncanakan dengan baik," ungkapnya. 

Dia memberi contoh pengadaan air minum dan pemantapan jalan, setidaknya dalam 5 tahun ke depan dibutuhkan dana Rp600 triliun. Dengan ketimpangan antara kemampuan fiskal daerah dengan kebutuhan pendanaan, Suharso mengatakan hal itu mengakibatkan belum mampunya pemda menyelenggarakan pembangunan.

"Ditambah, kalau kita lihat, struktur APBD sebagian besar dialokasikan untuk belanja rutin, dalamnya belanja pegawai 37-40%, dan kemudian kita dapat pahami ada keragaman dalam kemampuan fiskal daerah dan juga perbedaan kewenangan, sumber daya, karakteristik, sehingga memerlukan keterlibatan pemangku kepentingan pembangunan yang memerlukan sinkronisasi pembangunan pusat dan daerah," kata Suharso. 

Dalam agenda yang sama, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyayangkan pembangunan di berbagai daerah Indonesia tidak berjalan secara serentak atau tersinkronisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 

“Saya beri contoh, pemerintah pusat bangun bendungan, jadi. Bangun lagi irigasi primernya, jadi. Namun, irigasi sekunder dan tersier sampai ke sawah tak dikerjakan [oleh pemerintah daerah], airnya tak sampai ke sawah yang kita miliki,” kata Jokowi dalam forum tersebut.

Padahal, kata Jokowi, pemerintah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), hingga Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

Sehingga, dia melanjutkan seharusnya ada sinkronisasi dalam upaya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

“Namun, yang belum adalah sinkron atau tidak [beriringan] dengan rencana besar yang kita miliki. Ini yang belum terjadi. Maka sinkronisasi itu menjadi kunci,” ucapnya.

Oleh sebab itu, Kepala Negara mengingatkan agar jajaran Kementerian pun turut aktif dalam melakukan komunikasi dengan pemerintah daerah sehingga setiap rencana pembangunan dapat berjalan seirama dan mengikuti panduan dari RPJPN dan RPJMN. 

Kedok pintu kulo nuwun, misalnya siap enggak kami [pemerintah pusat] bangun waduk, tetapi irigasi sekunder tersier [dilakukan daerah]. Kalau engga sanggup geser ke provinsi yang lain,” katanya. 

Sejauh ini, Presiden mengaku bahwa apabila setiap melaksanakan peninjauan Gubernur di daerah yang dikunjungi selalu menyanggupi apabila didorong untuk melakukan pembangunan.

Sayangnya, Jokowi menilai janji manis tersebut hanya terucap di bibir dan pada akhirnya tak terlaksana dengan alasan kekurangan APBD.

“Kalau ditanya gubernur biasanya bilang sanggup, waktu [pusat] selesai [bangun, mereka] bilang ‘waduh berat pak APBD kami habis untuk ini, untuk ini’. Padahal sudah sanggup dia di depan. Inilah peran sinkronisasi. Kuncinya ada di Sekda dan Bappeda, ada yang urus DPRD, sekda harian itu ngurus ke sana,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper