Bisnis.com, JAKARTA - Momentum peringatan Hari Buruh atau May Day 2024 diwarnai aksi unjuk rasa kalangan buruh di pusat Kota Jakarta pada Rabu, (1/5). Sederet tuntutan digaungkan demi meraih kesejahteraan yang lebih memadai. Salah satunya, penghapusan outsourcing atau alih daya.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyebut outsourcing sebagai perbudakan modern. Musababnya, keberadaan outsourcing dianggap melegalkan perusahaan untuk menggantungkan kepastian status dan hak pekerja.
Iqbal mengungkapkan pekerja kontrak tak kunjung diangkat menjadi karyawan tetap rawan terkena PHK. Sebagian karyawan yang terkena PHK dimungkinkan kembali bekerja di perusahaan yang sama melalui agen penyedia pekerja outsourcing.
Begitupun dengan pekerja outsourcing yang bekerja bertahun-tahun, menurutnya, akan terus bertstatus karyawan outsourcing sepanjang karirnya.
"Sekarang karyawan di atas usia 40 tahun dipecat terutama di [industri] tekstil, garmen sepatu, akibatnya mereka dipanggil kembali bekerja tapi melalui agen outsourcing. Negara tidak hadir melindungi perbudakan modern yang kita sebut outsourcing," ujar Iqbal di sela-sela aksi Hari Buruh di Kawasan Monas, Rabu (1/5/2024).
Iqbal pun mengaku bakal mengandalkan janji masa lampau presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menghapus sistem outsourcing. "Seingat kami bapak presiden prabowo juga berulang-ulang berjanji menghapuskan outsourcing," tutur Iqbal.
Baca Juga
Penerapan Outsourcing
Jasa outsourcing pertama kali dilegalkan pada 2003 saat era pemerintahaan Presiden Megawati Soekarnoputri melalui UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam beleid itu, penggunaan jasa outsourcing dibatasi untuk sektor tertentu seperti jasa keamanan, katering, angkutan, cleaning services, dan jasa penunjang dalam sektor perminyakan dan pertambangan. Kala itu, aturan juga mewajibkan pegawai outsourcing didaftarkan ke dinas tenaga kerja.
Kini, ketentuan outsourcing atau alih daya tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No.2/2022 tentang Cipta Kerja pada pasal 64. Di ayat (1) pasal tersebut berbunyi bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui alih daya yang dibuat secara tertulis. Namun, aturan tersebut tidak menyebutkan secara rinci sektor yang diperbolehkan menggunakan pekerja outsourcing.
Kemudian pada pasal 66 ayat (1), hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).
Yaya, seorang pekerja outsourcing mengatakan telah ditugasi oleh perusahaannya untuk bekerja di sebuah perusahaan teknologi dan e-commerce selama hampir 4 tahun. Sempat berpindah-pindah perusahaan yang menjadi klien, namun gaji yang diterima tidak pernah jauh di atas upah minimum yang berlaku.
Sekalipun kelebihan pendapatan hanya berasal oleh adanya waktu lembur yang dilalui.
"Sudah 4 tahun kerja, belum ada perubahan signifikan [gaji]," katanya.
Begitupun dengan Nati, seorang buruh di sebuah perusahaan garmen di wilayah Bogor mengatakan, angan menjadi karyawan tetap telah pupus. Perusahaan tetap berproduksi saja sudah menjadi hal yang melegakan.
Sudah bertahun-tahun bekerja, namun statusnya masih tetap sebagai karyawan kontrak. Menurutnya, bahkan perjanjian kontrak kerja belakangan ini dilakukan semakin intens alias kontrak berlaku hanya dalam interval waktu yang lebih pendek.
"Udah enggak kepikiran jadi kartap [karyawan tetap], kita tetap kerja, perusahaan enggak tutup aja itu udah bagus," ucapnya dengan muram.
Alasan Outsourcing Makin Populer
Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak mengatakan, penghapusan sistem outsourcing adalah hal yang mustahil. Pasalnya, kata dia, hampir semua perusahaan di dunia telah menggunakan jasa outsourcing untuk membantu pekerjaan di bisnis mereka.
"Outsourcing tidak mungkin dihapus, dengan perkembangan teknologi digital ini, outsourcing justru akan semkin berkembang," ujar Payaman.
Alih-alih mendesak penghapusan outsourcing, Payaman menilai bahwa perlindungan pekerja di perusahaan outsourcing justru menjadi prioitas.
"Yang bisa dituntut, perlindungan pekerja di perusahaan outsourcing itu perlu ditingkatkan," jelasnya.
Di balik serba-serbi ketidakpuasan para buruh terhadap sistem outsourcing, kalangan pengusaha pun membeberkan alasan banyak dari mereka mengandalkan pekerja outsourcing.
Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Chandra Wahjudi membeberkan bahwa jasa outsourcing dapat membantu perusahaan lebih fokus terhadap core business mereka. Dengan begitu, bisnis yang dijalankan pengusaha dapat berjalan lebih efisien.
Menurutnya, jasa outsourcing lebih banyak dilakukan pada pekerjaan yang memerlukan skill khusus. Salah satunya, jasa keamanan.
"Jasa outsourcing banyak memberikan kontribusi pada perekonomian seperti penciptaan lapangan kerja," ucap Chandra.
Sementara itu, Ketua Umum Kadin Jakarta, Diana Dewi menilai perlu adanya perbaikan regulasi terhadap tenaga outsourcing seiring banyaknya persoalan menyeruak di lapangan. Regulasi harus dibuat agar tercipta solusi berimbang (win-win solution) bagi perusahaan maupun pekerja.
Kendati begitu, Diana menekankan bahwa peningkatan skill dan kompetensi adalah kunci untuk mencapai kesejahteraan para pekerja.
"Semakin tinggi skill pekerja, berpeluang untuk direkrut oleh perusahaan, tanpa melalui tempat outsourcing. Atau, bila awalnya seorang pekerja masuk melalui perusahaan outsourcing, bila dibutuhkan oleh korporasi bisa juga diangkat sebagai pegawai tetap," tuturnya.