Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia meminta Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang akan menggantikan pemerintahan Joko Widodo untuk mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja yang disebut merugikan tenaga kerja di seluruh Tanah Air.
Presiden Dewan Pimpinan Pusat Aspek, Mirah Sumirat mengatakan dampak buruk Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, khususnya isu terkait dengan Ketenagakerjaan telah dirasakan oleh rakyat Indonesia.
"Undang-undang Cipta Kerja telah membuat pekerja Indonesia semakin miskin, karena telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan kepastian upah dan juga jaminan sosial," kata Mirah dalam keterangan resminya, Rabu (1/4/2024).
Dia pun menjelaskan sederet dampak buruk penerapan UU Ciptaker yakni terkait soal penetapan upah minimum yang tidak lagi melibatkan unsur tripartit dan kenaikannya tidak memenuhi unsur kelayakan.
Untuk itu, Aspek Indonesia menuntut pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah No. 51/2023 tentang formula penghitungan upah minimum. Mirah meminta untuk mengembalikan aturan mekanisme penghitungan yang sebelumnya.
"Penghitungan kenaikan upah minimum provinsi dan kabupaten kota, dengan memperhitungkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dan juga hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang harus dilakukan oleh Dewan Pengupahan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia," tuturnya.
Baca Juga
Menurut dia, kebutuhan Hidup Layak yang harus disurvei, minimal menggunakan 64 komponen yang didasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 18/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 21/2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak.
Lebih lanjut, dia menyebutkan dampak buruk yang lainnya dari UUCK yakni sistem kerja outsourcing diperluas tanpa pembatasan jenis pekerjaan yang jelas, lalu sistem kerja kontrak yang dapat dilakukan seumur hidup, tanpa kepastian status menjadi pekerja tetap.
Tak hanya itu, UUCK juga menghilangkan ketentuan upah minimum sektoral provinsi dan kota/kabupaten dan memudahkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan, termasuk hilangnya ketentuan PHK harus melalui Penetapan Pengadilan.
Regulasi tersebut juga membuat berkurangnya kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) pesangon dan penghargaan masa kerja dan memudahkan masuknya tenaga kerja asing (TKA), bahkan untuk semua jenis pekerjaan yang sesungguhnya bisa dikerjakan oleh pekerja Indonesia.
Di sisi lain, Mirah juga menyampaikan tuntutan lain seperti perlindungan hak berserikat di perusahaan karena masih banyak perusahaan yang anti terhadap keberadaan Serikat Pekerja/Serikat buruh.
"Dan seiring dengan itu maka agar dilakukan pembenahan menyeluruh desk pidana perburuhan yang ada di kepolisian," imbuhnya.
Selanjutnya, Serikat Pekerja/Serikat Buruh meminta agar tahun ini Pemerintah dan DPR mengesahkan Rancangan Undang Undang Pekerja Rumah Tangga yang sudah lama mangkrak di DPR RI untuk menjadi UU.
Lebih lanjut, Mirah meminta Presiden Indonesia terpilih untuk secara sunguh-sungguh memberantas pungli dan korupsi karena menyebabkan terjadinya biaya tinggi di dunia usaha, yang tentunya berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.
Untuk itu Mirah juga memberikan pesan kepada Presiden Indonesia terpilih untuk menjalankan amanah konsitusi UUD 1945, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, salah satunya adalah amanah Pasal 27 ayat 2 yang menyatakan, “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
"Karena yang terjadi hari ini adalah Pemerintah lebih memprioritaskan kesejahteraan bagi kelompok pemodal melalui Undang Undang Cipta Kerja," pungkasnya.