Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengaku tidak khawatir ihwal implementasi Undang-undang Antideforestasi Uni Eropa atau EUDR yang semakin dekat. Adapun EUDR direncanakan berlaku pada 2025.
Zulhas mengaku dirinya optimis ihwal keberlanjutan perdagangan komoditas pertanian Indonesia yang berisiko terkena imbas aturan EUDR seperti kelapa sawit, kopi, teh, dan kakao. Menurutnya, Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih yang akan menggantikan Joko Widodo pada akhir tahun ini sudah mempunyai segudang rencana untuk mengantisipasi dampak EUDR.
"Enggak usah khawatir kalau kelapa sawit enggak mau dibeli oleh UE [Uni Eropa] ngapain repot. Pak Prabowo sudah nyiapin [rencana]," ujar Zulhas di Kantor Kementerian Perdagangan, Kamis (25/4/2024).
Prabowo, kata Zulhas, berencana untuk mendorong produksi energi hijau berbahan baku kelapa sawit. Mulai dari bio-avtur hingga peningkatan biodiesel menjadi B60 (komposisi minyak sawit 60% dalam biosolar). Dengan peningkatan produksi bahan bakar berbasis tumbuhan, diyakini Zulhas dapat mengurangi ketergantungan produk Indonesia terhadap pasar di Uni Eropa hingga mencipatkan kemandirian energi di dalam negeri.
"Kan Pak Prabowo programnya itu akan mandiri di bidang energi. Jadi soal hasil pertanian sawit apa lagi ya? Enggak usah khawatir," tuturnya.
Selain kelapa sawit, Zulhas juga mengaku tidak khawatir terhadap nasib ekspor kopi ke Uni Eropa saat kebijakan Antideforestasi itu diterapkan. Menurut Zulhas, peluang ekspor kopi Indonesia masih besar selain dari pasar Uni Eropa.
Baca Juga
"Kalau kopi Kalau you [Eropa] enggak mau beli, banyak yang masih mau beli gitu ya, justru mereka [Eropa] yang butuh kita, enggak usah khawatir," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Amerika Serikat juga menjadi pihak yang menentang implementasi EUDR. Dia mengklaim, perlawanan terhadap EUDR awalnya diiinisiasi oleh Indonesia dalam kunjungan bersama antar Menko Perekonomian dan Perdana Menteri Malaysia.
"Amerika bipartisan menentang EUDR, itu [protes terhadap EUDR] terus mendapatkan dukungan dari like-minded countries, beberapa waktu lalu baik Republikan maupun Demokrat juga mempertanyakan EUDR. Jadi like-minded countries terinspirasi apa yang dilakukan Indonesia dan Malaysia,” ungkap Menko Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (24/4/2024).
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Rabu (28/2/2024), Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, Ad Hoc Joint Task Force yang terdiri atas pihak Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa sudah melakukan pertamuan kedua di Putrajaya, Malaysia untuk membahas tentang keberatan terhadap ketentuan EUDR.
Indonesia dan Malaysia, sebagai produsen minyak sawit utama di dunia, meminta Uni Eropa untuk menunda implementasi kebijakan tersebut hingga 2026 dari sebelumnya dijadwalkan berlaku pada Januari 2025.
"Kita support pemerintah, berjuang minta diundur menjadi 2026," ungkap Eddy dalam konferensi pers tahunan Gapki, dikutip Rabu (28/2/2024).