Bisnis.com, JAKARTA - Pro kontra kebijakan larangan dan pembatasan (lartas) impor terus berlanjut. Sebagian pelaku usaha diuntungkan dengan berlakunya kebijakan ini, sementara sejumlah industri mengaku terancam kesulitan impor bahan baku/penolong.
Kebijakan yang tercantum dalam beleid Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36/2023 jo. 4/2024 itu mulai berlaku per 10 Maret 2024. Aturan ini juga diikuti terbitnya beberapa Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) terkait Pertimbangan Teknis (Pertek).
Pembatasan impor yang dilakukan pemerintah melahirkan dampak berbeda di sejumlah industri. Misalnya, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang selama ini diterjang polemik barang impor ilegal yang membanjiri pasar domestik.
"Sebetulnya, Permendag 36/2023 jo. 3/2024 khusus untuk sektor TPT sudah baik dan diharapkan dapat memperbaiki utilisasi industri TPT. Apabila impor dipermudah ini akan menghancurkan utilisasi industri," ujar Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa kepada Bisnis, Jumat (19/4/2024).
Regulasi pertimbangan teknis impor dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menjadi angin segar bagi pelaku usaha di tengah permasalahan industri tekstil dan produk tekstil yang sudah melanda sejak tahun 2022.
Bahkan, disinyalir lebih dari 85.000 pegawai industri TPT dirumahkan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Utilisasi mesin mesin produksi tekstil sudah menurun di ambang mengkhawatirkan, sekitar 50-60%.
Baca Juga
"Pasar domestik jenuh dengan produk-produk impor yang berkompetisi tidak sehat di pasar domestik. Hal-hal tersebut diakibatkan oleh rendahnya kendali impor produk-produk TPT," terangnya.
Di sisi lain, produsen AC yang tergabung dalam Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigasi Indonesia (Perprindo) mulai kalang kabut sejak pemberlakuan lartas impor barang elektronik berlaku, termasuk bahan baku yang diperlukan untuk produksi dalam negeri.
Ketua Dewan Pembina Perprindo Darmadi Durianto mengatakan, aturan lartas impor dan Pertek menjadi sumber kecemasan pelaku usaha lantaran mekanisme yang belum mumpuni.
Kondisi ini menghambat pengadaan komponen produk air conditioner (AC) seperti kompresor yang selama ini belum dapat diproduksi dalam negeri. Untuk itu, Perprindo menilai mekanismenya masih carut marut dan perlu dievaluasi.
"Kurang efektif apabila pemerintah membatasi impor produk AC untuk mendukung industri dalam negeri tetapi industri dalam negeri nya sendiri belum siap," tuturnya.
Darmadi menegaskan bahwa hingga saat ini Indonesia belum memiliki pabrik kompressor sehingga industri AC dalam negeri masih harus impor kompressor untuk memproduksi AC lokal.
Menurut dia, lartas impor justru akan mempersulit investasi masuk karena bahan baku yang sulit didapat di dalam negeri, apalagi dengan proses perizinan impor yang panjang.