Bisnis.com, JAKARTA- Kebijakan larangan dan pembatasan (Lartas) impor border memang dinilai dapat mengerek naik surplus neraca perdagangan Indonesia yang mulai susut. Meskipun, siasat tersebut hanya menghasilkan output semu.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pemerintah semestinya fokus pada upaya untuk meningkatkan ekspor, alih-alih menghambat impor yang justru banyak menyasar kebutuhan bahan baku/penolong industri.
Kepala Center of Industri, Trade, and Investment Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan kebijakan Lartas impor melalui Permendag 3/2024 seharusnya diterapkan dengan hati-hati tanpa mengganggu produsen manufaktur untuk mendapatkan bahan baku.
"Ini yang harus diperbaiki dan kalau impor bahan baku dan barang modalnya turun otomatis neraca perdagangannya akan surplus tetapi itu tidak berkualitas, surplusnya semu," kata Andry kepada Bisnis, Rabu (17/4/2024).
Menurut Andry, pemerintah perlu meningkatkan kinerja frekuensi perdagangan ekspor yang mampu meningkatkan devisa negara, sekaligus meningkatkan daya saing dan kualitas produk beroerientasi ekspor.
Meskipun, tak dipungkiri pemerintah juga tengah mengupayakan surplus neraca dagang agar tetap berlanjut setelah 46 bulan beruntun sejak Mei 2020 yang terancam imbas perlambatan ekonomi global.
Baca Juga
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) neraca perdagangan Indonesia pada Februari sebesar US$0,87 miliar, menyusut 56,93% (month-to-month/mtm) sebesar US$2,02 miliar. Secara tahunan, nilainya turun 83,89% pada Februari 2023 sebesar US$5,40 miliar.
Adapun, nilai ekspor Indonesia sebesar US$19,31 miliar pada Februari 2024 Jumlah itu turun 5,79% dibandingkan pada bulan sebelumnya (m-to-m) yang sebesar US$20,49 miliar.
Sementara, nilai impor Indonesia sebesar US$18,44 miliar pada Februari 2024. Nilai tersebut juga turun 0,29% dibandingkan pada bulan sebelumnya (m-to-m) yang sebesar US$18,49 miliar.
"Percuma kalau surplusnya karena impor menurun. Yang kita inginkan adalah neraca perdagangan surplus karena ekspor nya meningkat tinggi. Impor tinggi tidak apa-apa, asalkan impor bahan baku/penolong atau barang modal, bukan impor barang konsumsi," tuturnya.
Faktanya, impor barang baku/penolong turun 4,23% mtm pada Februari 2024 menjadi US$1.087,2 juta dan barang modal turun 14,20% mtm menjadi US$812,5 juta. Sedangkan, impor barang konsumsi meningkat 22,73% mtm senilai US$672,9 juta.