Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Manufaktur Indonesia yang diukur dari ekspansi belanja (Purchasing Managers' Index/PMI) memperlihatkan level ekspansi di tengah badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di beberapa industri seperti sepatu hingga tekstil.
Dikutip dari PMI menurut S&P Global, survei yang mereka lakukan pada periode Maret 2024 menunjukkan pertumbuhan yang lebih kuat di seluruh industri manufaktur Indonesia, baik sisi produksi maupun pesanan baru yang tercatat.
Indeks PMI Indonesia Global S&P yang disesuaikan secara musiman naik dari 52,7 pada pada Februari 2024 menjadi 54,2 pada Maret lalu.
Sebagai gambaran S&P Global menempatkan 50 sebagai titik tengah. Angka di bawah 50 menunjukkan terjadi pelemahan, sedangkan nilai di atas 50 menggambarkan ekspansi tengah terjadi.
S&P merekam tiga dari lima subkomponennya yakni pesanan baru, produksi, dan stok pembelian meningkat. Perusahaan melihat peningkatan pesanan baru tercepat sejak Agustus 2023. Dari sisi produksi, terjadi ekspansi tajam dan terkuat dalam 27 bulan.
Survei mencatat peningkatan ini didorong permintaan domestik, sementara itu produk ekspor mengalami kontraksi setelah stagnasi pada Februari.
Baca Juga
Pollyanna De Lima, Direktur Asosiasi Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, mengatakan manufaktur Indonesia mengalami kinerja yang kuat pada Maret 2024.
"Dengan pertumbuhan produksi mencapai tertinggi dalam 27 bulan karena adanya kenaikan yang signifikan dalam permintaan domestik," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (1/4/2024).
Meski demikian, Lima menyebut dorongan permintaan domestik membawa sisi negatif yakni terjadi lonjakan harga. Permintaan yang kuat untuk bahan baku menyebabkan penyesuaian daftar harga lebih lanjut di pemasok, dengan inflasi biaya meningkat dengan cepat menjadi yang terkuat dalam satu setengah tahun terakhir.
Momentum Ramadan dan Lebaran
Sementara itu, Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif mengatakan bahwa level ekspansi yang tercerminkan dari PMI manufaktur maupun Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang dirilis Kemenperin mencakup kondisi industri secara makro.
"Perusahaan industri yang menjadi responden surveinya banyak dan sebagian besar mereka optimistis dan sedang mengalami ekspansi, sehingga banyak yang rekrut tenaga kerja," kata Febri.
Di sisi lain, Febri menerangkan momentum Ramadan dan Idulfitri 2024 menjadi faktor pendorong optimisme pelaku industri dan permintaan domestik sehingga pertumbuhan output manufaktur terdongkrak.