Ramadan dan Lebaran
Menurut dia, subsektor yang mengalami peningkatan permintaan yakni produk-produk yang banyak dibeli masyarakat jelang Idulfitri. Berdasarkan IKI Maret 2024, subsektor dengan nilai terbesar adalah industri minuman, disusul industri makanan, serta industri farmasi, obat kimia dan tradisional.
Sebagai informasi, kinerja PMI Manufaktur Indonesia pada Maret 2024 lebih baik dibandingkan PMI Manufaktur negara-negara peers yang masih berada di fase kontraksi, seperti Malaysia (48,4), Thailand (49,1), Vietnam (49,9), Jepang (48,2), Korea Selatan (49,3), Jerman (41,6), Prancis (45,8), dan Inggris (49,9).
Untuk menjaga performa industri, Kemenperin memiliki sejumlah strategi untuk mendorong pertumbuhan manufaktur yakni dengan penerapan ekonomi hijau dan sirkular untuk memungkinkan produksi industri secara berkelanjutan.
Terlalu Dini
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan geliat kinerja industri manufaktur tak serta merta mampu digambarkan dengan posisi Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia yang teris ekspansif dalam 31 bulan terakhir.
Dia menuturkan ekspansi manufaktur dalam laporan tersebut terbatas pada subsektor tertentu, seperti industri makanan dan minuman (mamin) didorong permintaan selama Ramadan dan Idulfitri mendatang.
Adapun subsektor industri manufaktur seperti industri tekstil dan sepatu, kata Rendy, dalam beberapa tahun terakhir relatif menurun dari tingkat daya saing dibandingkan dengan negara lain, seperti Bangladesh.
Baca Juga
Kondisi penurunan kinerja di kedua sektor tersebut berbanding terbalik dengan PMI manufaktur nasional pada Maret 2024 yang mencapai level tertinggi dalam 2,5 tahun terakhir yakni sebesar 54,2 atau naik 1,5 poin dari bulan sebelumnya.
"Secara fundamental, saya kira masih terlalu dini untuk menyimpulkan peningkatan ini disebabkan oleh perbaikan kinerja manufaktur secara optimal karena sekali lagi peningkatan ini juga tidak terlepas dari faktor musiman yang memang kerap kali mendorong peningkatan permintaan produk-produk manufaktur di bulan Ramadan," ujarnya.
Ke depan, Yusuf menilai tantangan industri manufaktur yaitu mencari titik keseimbangan antara harga pokok produksi dan harga jual. Meski terjadi inflasi harga produk, pelaku usaha juga tidak akan kehilangan momentum Ramadan karena mematok harga jual terlalu tinggi.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani membenarkan adanya inflasi produk yang bergantung pada output produksi manufaktur.
"Di level nasional kami perkirakan kontribusi inflasi produk manufaktur akan tetap kecil bila dibandingkan inflasi kebutuhan pokok/sembako. Secara umum, tetap kondusif mendukung pengendalian inflasi nasional di kisaran 2,5-3%," terang Shinta, dihubungi terpisah.
Menurut dia, inflasi pada produk manufaktur akan lebih tinggi pada produk-produk yang membutuhkan banyak komponen bahan baku/penolong impor yang terimbas pelemahan nilai tukar dan pengetatan kebijakan impor, sehingga menciptakan cost-push inflation di perusahaan.
Nestapa Pabrik Tekstil dan Sepatu
Level ekspansi dari laporan S&P Global itu berbanding terbalik dengan keadaan tutupnya pabrik-pabrik di sejumlah industri, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), sepatu, hingga olahan karet.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengatakan penutupan pabrik sepatu untuk pasar domestik lantaran masih terjerat dampak pelemahan ekonomi dan pandemi Covid-19 yang membuat permintaan sepatu lokal turun.
"Untuk yang domestik dampak ekonomi dari pandemi itu masih berkepanjangan. Ditambah beberapa kondisi akibat perang. Jadi kapasitas produsen domestik terpengaruh banyak hal," kata Firman.
Terlebih, utilitas kapasitas produksi sepatu masih berada di bawah 50%. Meski begitu, Firman tak memberikan data pasti jumlah pabrik yang mengalami penutupan pada awal 2024.
Sementara itu, pabrik sepatu yang berorientasi ekspor dinilai masih bertahan meskipun order mengalami penurunan. Menurut Firman, secara umum awal tahun ini demand ekspor masih stabil atau stagnan.
"Untuk domestik lebaran tahun ini kemungkinan lesu. Sementara untuk yang ekspor kalaupun terjadi pertumbuhan sifatnya masih seasonal," tuturnya.
Alih-alih tutup, pabrik sepatu berorientasi ekspor justru disebut memiliki potensi untuk ekspansi tahun ini. Namun, masih terdapat kendala perizinan usaha, khususnya terkait Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
"Sayang karena terkendala perizinan usaha khususnya AMDAL bisa jadi beberapa yang seharusnya target operasi di 2024 akan tertunda," terangnya.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta mengatakan kebijakan lartas impor border sedikit banyak mendorong industri hilir untuk kembali bergerak pada Maret.
Namun, industri hulu dan intermediate masih memerlukan waktu untuk pulih. Meskipun, dia optimistis akan ada perbaikan kinerja dalam waktu 3 bulan ke depan didorong Peraturan Menteri Perdagangan No. 3/2024.
Sinyal perbaikan yang terjadi di industri TPT tak langsung mendorong produktivitas industri yang saat ini rata-rata kapasitas produksi sebesar 55%. "Ini setiap minggu masih tetap ada PHK dan banyak pabrik tutup juga," ujarnya.
Data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menunjukkan pada periode Januari-Maret 2023 setidaknya terdapat lebih dari 9.000 pekerja tekstil yang di PHK imbas efisiensi hingga penutupan pabrik.