Bisnis.com, JAKARTA — Prospek perekonomian Indonesia diperkirakan tetap kuat sejalan dengan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Indonesia yang dipertahankan pada BBB+ dengan outlook stabil oleh Lembaga Pemeringkat Japan Credit Rating Agency, Ltd. (JCR).
Keputusan ini mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat dan utang pemerintah yang terkendali. JCR juga memperkirakan bahwa utang pemerintah akan menurun secara gradual sejalan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi dan defisit fiskal pemerintah.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa dengan afirmasi rating Indonesia tersebut, pemangku kepentingan internasional tetap memiliki keyakinan yang kuat atas terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan Indonesia.
“Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan serta sinergi bauran kebijakan yang kuat antara Bank Indonesia dan Pemerintah,” katanya melalui siaran pers, Senin (25/1/2024).
Perry mengatakan, BI ke depan akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, serta merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga.
“Termasuk penyesuaian lebih lanjut stance kebijakan bila diperlukan, serta terus memperkuat sinergi dengan pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” jelasnya.
Baca Juga
Adapun, JCR memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 mencapai 5%, didukung oleh konsumsi swasta dan investasi. Implementasi UU Cipta Kerja dinilai mampu meningkatkan penanaman modal asing (PMA) antara lain untuk pembangunan infrastruktur dan Ibu Kota Nusantara.
Dari sisi fiskal, kredibilitas kebijakan fiskal diperkirakan terjaga, tecermin pada defisit fiskal yang kembali berada di bawah 3% dari PDB pada 2022 yang oleh implementasi reformasi perpajakan dan realokasi belanja pemerintah.
Pada 2023, defisit fiskal kembali tercatat turun menjadi 1,66% dan akan tetap dipertahankan di bawah 3% untuk 2024.
JCR juga memandang daya tahan ekonomi Indonesia terhadap gejolak eksternal tetap terjaga didukung oleh level cadangan devisa yang setara dengan 6,5 bulan impor.
Selain itu, PMA diperkirakan terus meningkat didukung oleh perbaikan iklim investasi, serta kinerja transaksi berjalan dalam menghadapi tantangan dari penurunan harga komoditas.