Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HET untuk Beras Dinilai Sudah Tak Efektif, Ini Alasannya

Harga beras rerata nasional dinilai masih berada di atas harga eceran tertinggi relaksasi yang berlaku mulai 10 Maret hingga 24 April 2024.
Pedagang menata beras di salah satu agen beras di Tangerang Selatan, Banten. - Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pedagang menata beras di salah satu agen beras di Tangerang Selatan, Banten. - Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (Aepi) Khudori menilai kebijakan harga eceran tertinggi (HET) untuk komoditas beras sudah tidak efektif.

Khudori menyampaikan, dalam beberapa bulan terakhir HET tidak efektif lantaran harga riil di pasar jauh di atas HET yang ditetapkan pemerintah yakni harga beras medium senilai Rp10.900—11.800 per kilogram, dan harga beras premium senilai Rp13.900—14.800 per kilogram.

Terbaru, pemerintah melakukan relaksasi HET beras premium sebesar Rp14.900—15.800 per kilogram, mulai 10 Maret hingga 24 April 2024.

"Mengacu data Badan Pangan Nasional [Bapanas] yang ada, harga rerata nasional juga masih di atas HET relaksasi," kata Khudori kepada Bisnis, dikutip Minggu (24/3/2024).

Sejak awal diberlakukan pada September 2017, Khudori tidak sepakat dengan adanya kebijakan ini. Mengingat pasar tradisional tidak pernah patuh dengan kebijakan tersebut, sedangkan pasar modern sebaliknya.

Selain itu, HET hanya mematok harga tetap output produksi, dalam hal ini beras, sedangkan harga gabah sebagai bahan baku utama beras tidak diatur oleh pemerintah. Akibatnya harga beras berpotensi naik melampaui HET jika harga gabah melonjak. Kondisi inilah yang terjadi beberapa bulan terakhir.

Namun demikian, jika pemerintah mematok harga gabah dengan harga tetap atau HET gabah, hal tersebut dikhawatirkan dapat memunculkan ketidakadilan terutama untuk petani.

Pasalnya, jelas Khudori, input produksi usaha tani padi seperti harga sewa lahan, ongkos tenaga kerja, pupuk, hingga benih, tidak memiliki harga tetap dan terus naik.

Jika harga input produksi terus naik sementara harga output dipatok tetap, hal tersebut menjadi tidak adil bagi petani. Kebijakan ini, kata dia, hanya menguntungkan konsumen.

Diakui Khudori, hampir dapat dipastikan bahwa harga beras dalam negeri tidak dapat kembali ke level HET. Menurutnya, akan terbentuk harga keseimbangan baru sebagai cerminan ongkos produksi yang naik.

"Berapa kira-kira? Masih sulit untuk memastikan," pungkasnya. 

Berdasarkan data Panel Harga Bapanas, Minggu (24/3/2024) pukul 16.46 WIB, harga beras mengalami lonjakan harga. tercatat, harga beras premium naik 0,12% menjadi Rp16.350 per kilogram.

Harga beras premium tertinggi terjadi di provinsi Papua Tengah sebesar Rp25.620 per kilogram sedangkan terendah sebesar Rp14.490 per kilogram.

Harga beras medium juga terkerek naik. Bapanas merekam harga beras medium naik 2,23% menjadi Rp14.210 per kilogram. Papua Pegunungan menjadi provinsi dengan harga beras medium tertinggi yakni Rp22.360 per kilogram, sedangkan terendah di Kalimantan Selatan Rp12.430 per kilogram.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper