Bisnis.com, JAKARTA - Produk suku cadang dan perlengkapan pesawat udara resmi mendapat relaksasi larangan dan pembatasan (lartas) impor.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.3/2024 atas perubahan Permendag No. 36/2023 yang berlaku per 10 Maret 2024.
Terkait hal tersebut, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) Irfan Setiaputra mengatakan pihaknya telah mendapat kabar terkait pemberlakuan relaksasi lartas impor suku cadang pesawat ini.
Meski demikian, dirinya masih enggan berkomentar banyak terkait potensi dampak kebijakan ini terhadap operasional armada pesawat. Irfan menuturkan, saat ini pihaknya masih mempelajari ketentuan baru tersebut.
“Saat ini masih kami pelajari regulasinya [Permendag No 3/2024],” kata Irfan saat dikonfirmasi pada Rabu (13/3/2024).
Irfan mengatakan, masalah kelangkaan suku cadang pesawat masih menjadi faktor penghambat proses perawatan atau perbaikan pesawat. Hal ini membuat Garuda Indonesia belum bisa mengoperasikan seluruh armadanya secara optimal.
Baca Juga
Dia mencontohkan, saat ini Garuda Indonesia baru dapat mengoperasikan 37 unit dari total 42 pesawat narrow body yang dimiliki perusahaan.
“Karena ada pesawat yang harus masuk dulu perawatan, kemudian itu harus menunggu dulu seminggu untuk barangnya [suku cadang] datang,” kata Irfan.
Sebelumnya, Direktur Impor Kementerian Perdagangan Arif Sulistiyo mengatakan, pihaknya memutuskan untuk merelaksasi kebijakan larangan dan pembatasan (lartas) impor suku cadang untuk industri bengkel pesawat atau maintenance, repair and overhaul (MRO), dan operator penerbangan.
"Harapannya, kebijakan tersebut dapat ikut menurunkan harga tiket pesawat demi meningkatkan minat pariwisata," ujar Arif.
Dia menjelaskan, salah satu upaya untuk menarik wisatawan, yaitu dengan menurunkan harga tiket pesawat melalui kemudahan pengadaan suku cadang aviasi bagi operator penerbangan. Musababnya, kata Arif, biaya overhaul dan perbaikan pesawat menyumbang sekitar 16,19% dari harga tiket pesawat, nomor dua setelah biaya pemakaian bahan bakar avtur yang sekitar sebesar 35,76%.
Kendati begitu, dia membeberkan bahwa relaksasi impor hanya berlaku untuk barang suku cadang dan perlengkapan pesawat udara keperluan badan usaha angkutan udara atau organisasi perawatan pesawat udara, yang diimpor sendiri oleh badan usaha angkutan udara atau organisasi perawatan pesawat udara.