Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Karet Tagih Strategi Pemerintah Hadapi UU Antideforestasi Eropa

Gapkindo menilai pemerintah belum menunjukkan keseriusan untuk mulai berbenah dan bersiap menghadapi kebijakan antideforestasi Uni Eropa.
Buruh mengumpulkan hasil sadapan getah karet ke atas truk di perkebunan karet Pasir Ucing, Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (1/2/2021). Bisnis/Rachman
Buruh mengumpulkan hasil sadapan getah karet ke atas truk di perkebunan karet Pasir Ucing, Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (1/2/2021). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) menagih langkah strategis pemerintah untuk menghadapi Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation-free Regulation (EUDR). 

Kebijakan Uni Eropa tersebut dinilai sebagai ancaman lantaran dapat membatasi ekspor sejumlah komoditas Indonesia yang tak lolos uji tuntas deforestasi. Adapun, EUDR akan berlaku pada Januari 2025. 

Wakil Direktur Eksekutif Gapkindo Uhendi Haris mengatakan, pemerintah belum menunjukkan keseriusan untuk mulai berbenah dan bersiap menerapkan kebijakan tersebut.  

"Yang diperlukan saat ini dan sangat mendesak adalah full support pemerintah agar bisa comply terhadap regulasi Uni Eropa, EUDR," kata Uhendi kepada Bisnis, Jumat (8/3/2024). 

Indonesia disebut belum memiliki persiapan apapun, meskipun waktu semakin terbatas jelang pemberlakuan efektif. 

Uhendi menuturkan bahwa pemerintah Indonesia masih dalam posisi mengajukan keberatan. Namun, pelaku usaha dituntut segera melakukan usaha-usaha persiapan. 

"Informasi geolokasi dari lahan petani, perlu dukungan penuh dari pemerintah. Pendanaan untuk pemetaan [geolokasi] lahan petani dan sistem ketertelusurannya yang lebih bersifat domain publik," jelasnya. 

Menurut dia, pemerintah masih gamang dalam mempersiapkan pemenuhan aturan lantaran regulasi teknis dari kebijakan EUDR dan audit komprehensif belum dilakukan pihak EU. 

Namun, kesiapan tetap perlu dilakukan sebagaimana yang dilakukan negara tetangga. Dia membandingkan beberapa kesiapan negara-negara produsen karet dalam menghadapi EUDR.

Malaysia, misalnya, telah memiliki pembiayaan untuk riset dan pengembangan hingga subsidi harga melalui pungutan Cess. Di sisi lain, Malaysia menyiapkan lembaga otoritas Malaysia Rubber Board (MRB) untuk mengelola industri dari hulu ke hilir. 

Bahkan, Negeri Jiran itu juga memiliki software untuk melacak dan mengidentifikasi data spesifik produk seperti Rubber Transaction Authority Permit untuk smallholders hingga RRIMNiaga. 

Di sisi lain, Thailand lebih mumpuni kesiapannya mulai dari pembiayaan lewat pungutan Cess, kehadiran otoritas Rubber Authority of Thailand (RAOT) hingga langkah untuk mematuhi EUDR.

Thailand melalui lembaga RAOT telah menerapkan sistem registrasi petani, lembaga petani, dan prosesor karet. Dalam hal ini, 1,47 juta petani telah terdaftar dengan luas area 19,82 juta rai, 103 lembaga petani dengan 326.156 anggota dan 533 prosesor karet. 

"Mereka [Thailand] juga punya traceability system apps berupa National Dashboard kolaborasi dengan RubberWay dan Agridence," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper