Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dan Malaysia tengah berjuang agar penerapan Undang-Undang Antideforestasi Uni Eropa atau EUDR ditunda hingga 2026.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, Ad Hoc Joint Task Force yang terdiri atas pihak Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa sudah melakukan pertamuan kedua di Putrajaya, Malaysia untuk membahas tentang keberatan terhadap ketentuan EUDR.
Indonesia dan Malaysia, sebagai produsen minyak sawit utama di dunia, meminta Uni Eropa untuk menunda implementasi kebijakan tersebut hingga 2026 dari sebelumnya dijadwalkan berlaku pada Januari 2025.
"Kita support pemerintah, berjuang minta diundur menjadi 2026," ungkap Eddy dalam konferensi pers tahunan Gapki, dikutip Rabu (28/2/2024).
Eddy membeberkan sejumlah alasan kedua negara memohon untuk penundaan implementasi EUDR. Salah satunya, kata Eddy, yakni belum siapnya petani plasma dalam menerapkan seluruh klausal EUDR.
Tidak hanya itu, para perusahaan juga mengaku belum siap melakukan segregasi atau pemisahan untuk proses rantai pasok minyak sawit mereka.
Baca Juga
"Petani kita belum siap. Masalah segregasi sangat memberatkan kita karena kita harus memisahkan TBS [tandan buah segar] plasma dan perusahaan, tangki harus dipisahkan, bahkan pengangkutan minyak sawit plasma dan perusahaan juga harus dipisahkan. Ini akan menyulitkan kita dan menghambat kita," jelas Eddy.
Adapun, hasil keputusan permohonan penundaan dari pertemuan Ad Hoc Joint Task Force terakhir di Malaysia, kata Eddy, akan keluar pada pertemuan selanjutnya di Belgia pada Oktober 2024 mendatang. Sambil menunggu hasil keputusan itu, pihak Malaysia dan Indonesia juga mengundang otoritas Uni Eropa untuk langsung meninjau kondisi petani kelapa sawit di kedua negara.
Indonesia maupun Malaysia berharap hasil keputusan Uni Eropa tidak mengategorikan kedua negara sebagai high risk country dalam implementasi EUDR. Musababnya, ketegori high risk country dalam EUDR berisiko memukul seluruh produk perkebunan, tidak hanya sawit tapi juga termasuk kakao, karet, dan kayu.
"Kita berjuang untuk masuk dalam kategori low risk country," kata Eddy.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Jumat (2/2/2024), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhamad Iqbal mengatakan bahwa pemerintah tengah melobi Belanda untuk mendukung Indonesia dalam rencana implementasi EUDR oleh Uni Eropa.
Dia menjelaskan, alasan Indonesia melobi Belanda untuk menghapus EUDR ini, salah satunya karena Belanda adalah mitra dagang terbesar bagi Indonesia.
"Belanda adalah mitra dagang terbesar Indonesia di Uni Eropa. Tapi pada saat yang sama kita juga melakukan lobi ke negara-negara lain," ujarnya.