Bisnis.com, JAKARTA — Komisi VII DPR RI sepakat untuk memangil Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia untuk mendalami dugaan penyelewenangan wewenang dalam mencabut dan memulihkan kembali izin usaha pertambangan (IUP).
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, menuturkan komisinya telah lama mengendus adanya dugaan penyelewengan dalam pencabutan IUP yang dianggap tidak produktif.
Wewenang pencabutan dan pemulihan IUP itu belakangan diberikan kepada Bahlil dalam kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.
“Teman-teman di Komisi VII DPR setuju untuk mendalami kasus ini, mudah-mudahan terealisasi rapat kerja tersebut di masa sidang sekarang,” kata Mulyanto saat dihubungi, Selasa (5/3/2024).
Mulyanto meminta pimpinan parlemen untuk mendalami kasus penyelewengan dengan modus fee untuk menghidupkan sejumlah IUP yang telah dicabut Satgas.
Dalam mencabut dan memberikan kembali IUP dan HGU, dikabarkan Bahlil meminta imbalan uang miliaran rupiah atau penyertaan saham di masing-masing perusahaan. Terkait info tersebut Mulyanto turut minta KPK segera memeriksa Bahlil.
Baca Juga
Berdasarkan catatan Bisnis, Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi dibentuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 2022 pada 20 Januari 2022 lalu.
Jokowi meminta Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, untuk melakukan pencabutan izin-izin, yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Penggunaan Kawasan Hutan (IPKH), dan Hak Guna Usaha (HGU)/Hak Guna Bangunan (HGB) yang tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
“Dugaan seperti sejak awal pencabutan 2.000 IUP itu sudah muncul dan menjadi pembicaraan internal di Komisi VII DPR RI,” kata Mulyanto.
Seperti diketahui, Satgas telah mencabut sebanyak 2.078 IUP yang tidak produktif. Pencabutan 2.078 IUP itu telah dicanangkan sejak 2022 lalu.
Sebagian besar alasan pencabutan adalah karena tidak jelasnya status dan tidak beroperasinya berbagai perusahaan yang sudah mengantongi izin pemerintah. Pencabutan dilakukan setelah adanya peninjauan dan kajian mendalam.
Sementara itu saat dikonfirmasi, Bahlil membantah dirinya mengenakan tarif atau fee perpanjangan IUP hingga miliaran rupiah.
"Dari mana itu? Siapa yang bilang? Dari mana kabarnya? Lapor ke polisi dan tangkap itu orang," kata Bahlil saat ditemui di Bontang, Kalimantan Timur, pekan lalu.
Dia tegas membantah dan memastikan seluruh perizinan tidak dapat dipermainkan dengan pemberian 'amplop'.
"Nggak bener lah, mana ada. Sekarang urus-urus izin gak boleh ada macam-macam amplop-amplop. Kalau ada yang kayak begitu, ada yang mengatasnamakan, lapor ke polisi. Kalau nggak lapor ke saya," ujarnya.