Bisnis.com, JAKARTA - Calon Presiden (Capres) Nomor Urut 02 Prabowo Subianto bakal memperluas wajib pajak agar rasio pajak atau tax ratio Indonesia dapat naik menjadi 16% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Prabowo menjelaskan bahwa saat ini tax ratio Indonesia hanya di angka 10% terhadap PDB. Angka itu, menurut Prabowo, lebih kecil jika dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Kamboja yang berada di angka 16-18% terhadap PDB.
"Rasio pajak Indonesia bisa jauh lebih baik, sekarang tax ratio Indonesia sekitar 10%, tetapi tetangga kita Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja sekitar 16-18%, masih ada ruang untuk perbaikan," tutur Prabowo di acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2024, Selasa (5/3/2024).
Prabowo optimistis perekonomian Indonesia di masa mendatang akan lebih baik dari masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin.
Menurut Prabowo, salah satu upaya yang bakal dilakukan dirinya adalah melakukan efisiensi dalam pengelolaan anggaran dan menaikkan tax ratio.
"Tenang saja, saya rasa itu bisa dilakukan dari 10% kita bisa naikkan menjadi 16% seperti Thailand. Kalau sekarang US$1.500 miliar dari GDP, jika naik ke 16% maka meningkat signifikan menjadi US$1.900 miliar," katanya.
Baca Juga
Selain itu, Prabowo juga berjanji akan terus melanjutkan semua kebijakan Presiden Joko Widodo yang saat ini sudah dibangun dengan baik.
"Tim saya sangat bullish, kami memiliki banyak program, dan kami memiliki banyak kekuatan, fundamental kami kuat," ujarnya.
Bisnis mencatat penerimaan perpajakan pada 2023 tembus Rp2.155,4 triliun atau naik 5,9% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan data APBN Kita Edisi Januari 2024, penerimaan negara pada 2021 tercatat naik 20,1% menjadi Rp1.547,8 triliun dan pada 2022 naik 31,4% menjadi Rp2.034,5 triliun.
Lebih rinci, penerimaan pajak hingga Desember 2023 mencapai Rp1.869,2 triliun. Angka tersebut mencapai 108,8% dari target APBN 2023 dan 102,8% dari target Perpres 75/2023.
Otoritas fiskal tengah menikmati euforia lantaran berhasil menembus target penerimaan pajak dalam tiga warsa berturut-turut. Akan tetapi, ada sedikit ironi dalam capaian fiskal sepanjang tahun lalu, yakni turunnya rasio perpajakan.
Harus diakui, setoran dari sumber yang berkontribusi menggerakkan rasio perpajakan alias tax ratio pada tahun lalu berhasil membukukan kinerja yang cukup positif. Baik pajak, kepabeanan dan cukai, hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sumber daya alam (SDA).
Pajak, misalnya yang berhasil menembus 102,8% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 75/2023. Demikian pula dengan PNBP yang mencapai 117,5% dari target.
Adapun, kepabeanan dan cukai tercatat hanya mampu merealisasikan penerimaan 95,4% dari target. Meski demikian, angka itu tak bisa dibilang buruk, karena berhasil mencapai di atas 95%.
Hal yang menjadi persoalan, tax ratio justru terpangkas. Kementerian Keuangan mencatat, tax ratio pada tahun lalu hanya 10,21%, lebih rendah dibandingkan dengan 2022 yang mencapai 10,39%.