Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut, perusahaan-perusahaan minyak dan gas (migas) dunia mulai melirik investasi sektor energi terbarukan. Hal ini menjadi sinyal tren konsumsi energi sudah mulai bergeser.
Kepala Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS) Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ariana Soemanto mengatakan, bergesernya tren tersebut akan membuat lowongan pekerjaan di sektor energi baru terbarukan (EBT) dapat semakin besar.
"Perusahaan migas dunia, seperti Total, Equinor, Shell, sudah mulai investasi atau akuisisi perusahaan energi terbarukan, tren sudah mulai berubah," kata Ariana dalam Launching Program Gerilya Academy di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (29/2/2024).
Dalam paparannya, Ariana menampilkan beberapa catatan dari sejumlah lembaga internasional. Berdasarkan catatan tersebut, terdapat beberapa perusahaan migas global yang memang sudah mengakuisisi perusahaan energi terbarukan sejak 2015 hingga kuartal I/2021.
Ariana mencontohkan, Total yang melalukan akuisisi terhadap Adani Renewables senilai US$2,5 miliar pada 2021, Eren senilai US$300 juta tahun 2017, dan Saft senilai US$1,4 miliar tahun 2016 silam.
Selain itu, perusahaan Equinor juga diketahui telah mengakuisisi E.ON dengan nilai sekitar US$1,4 miliar pada 2016. Mereka juga berpartner dengan Masdar untuk menggarap pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai (offshore wind) senilai US$300 juta.
Baca Juga
Kemudian, Shell pada 2018 lalu telah mengakuisisi Silicon Ranch dengan nilai US$217 juta, serta menjalin kesepakatan untuk proyek penangkapan dan penyimpanan carbon (CCS) dengan Marathon Oil Corporation tahun 2015 senilai US$700 miliar.
Banyaknya perusahaan migas yang melakukan akuisisi pada perusahaan energi terbarukan menggambarkan bahwa masa depan energi terbarukan sudah semakin terlihat.
Akan tetapi, dirinya tidak menampik bahwa porsi EBT masih sangat rendah dari total bauran energi nasional, yakni berada di kisaran 13%. Sementara itu, batu bara masih memiliki porsi yang jauh lebih besar sekitar 40% dalam bauran energi nasional. Namun, Ariana optimistis porsi EBT akan terus meningkat.
"Yang dulunya tinggi [batu bara] itu akan rendah tahun 2050-an, ini bukti dunia. Jadi, kita percaya di dunia pun memprediksi 2050 nanti batu baranya akan kecil," ujarnya.
Lebih lanjut, Ariana menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan perhitungan terhadap potensi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) di Indonesia.
Tak tanggung-tanggung, Lemigas memiliki estimasi bahwa potensi penyimpanan karbon Indonesia mencapai total 572 miliar ton di dalam salin akuifer.
"Itu potensi buat menyimpan [karbon] 572 miliar ton CO2. Bahkan, industri migas sudah mulai beralih transisi," ucap Ariana.