Bisnis.com, JAKARTA - PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) atau KAI Commuter angkat bicara soal spesifikasi teknis yang menjadi pertimbangan mereka memilih impor KRL dari China dibandingkan dengan buatan Jepang.
Vice President Corporate Secretary KAI Commuter, Anne Purba mengatakan, spesifikasi prasaran menjadi pertimbangan mereka dalam menentukan impor KRL. Selain itu, spesifikasi seperti ruang bebas dan kapasitas pendingin dalam rangkaian kereta juga menjadi hal yang dipertimbangkan.
"Ruang bebas pasti, prasarana, ukuran rel pasti, AC [air conditioner] juga pasti karena kita punya kapasitasnya, itu hal-hal yang mesti kita pastikan," ujar Anne saat konferensi pers, Selasa (5/2/2024).
Anne menjelaskan, ukuran rel menjadi penting dalam menentukan KRL impor agar sesuai dengan yang ada di Indonesia. China dianggap dapat memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan tersebut.
Selain itu, seperti halnya buatan Jepang, KRL pabrikan China juga sudah menggunakan stainless steel untuk rangka body-nya seperti yang dibutuhkan di Indonesia.
"Karena prasarana di kita [KRL] dengan LRT saja sudah beda ya, lebar dari relnya sudah beda," jelas Anne.
Baca Juga
Menurut Anne, spesifikasi prasaran yang ada sudah menjadi ketentuan dari Direktorat Jenderal Kerata Api (DJKA) Kementerian Perhubungan. Dengan begitu, KAI Commuter harus melakukan penyesuaian dengan spesifikasi tersebut.
"Hal-hal itu sudah ditentukan oleh DJKA karena kan yang membangun prasarana kita dari Kemenhub," tuturnya.
Dia menuturkan untuk mendatangkan KRL impor dari China diperlukan waktu selama 13,5 bulan sejak tanda tangan kontrak dengan CRRC Sifang Co. Ltd. pada 31 Januari 2024.
"Tidak mungkin [tiba] 2024. Kedatangan pertama itu 13,5 bulan sampai di Indonesia," ujar Anne.
nantinya saat KRL impor dari China tiba di Indonesia harus diuji coba terlebih dahulu dengan target lintasan 4.000 kilometer. Selain itu, KRL impor dari China itu juga harus mendapatkan sertifikasi kelayakan dari Direktorat Jenderal Kereta Api (DJKA) Kementerian Perhubungan.