Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Penasihat Asosiasi Profesi Metalurgi Indonesia (APMI) Arif S Tiammar menilai positif kerja sama pengembangan baterai berbasis besi atau Lithium Ferro Phosphate (LFP) bersama dengan pabrikan China.
Arif berpendapat Indonesia memiliki posisi daya tawar yang cukup kuat dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Alasannya, kata Arif, bahan baku besi (Fe) untuk pembuatan LFP itu bisa diekstraski atau diambil dari feronikel (FeNi) atau nikcel pig iron (NPI).
“Kandungan besi dalam FeNi atau NPI itu berkisar antara 78% sampai 85%. Satu lagi yang unik, besi dalam FeNi itu sama sekali tidak dihargai alias gratis,” kata Arif saat dihubungi, Kamis (1/2/2024).
Seperti diketahui terdapat sekitar 11 komponen penyusun baterai LFP. Empat yang paling utama adalah material katode, anode, elektrolit dan separator. Untuk baterai LFP, material katode LFP menempati porsi 30% dari total biaya produksi baterai. Karenanya merupakan yang paling utama.
Material katoda LFP sendiri terdiri dari litium (Li), besi (Fe) dan phospate (PO4) yang tersusun secara stoikiometrik membentuk LiFePO4 atau LFP. Diantara 3 unsur tersebut, litium dan phosphate (fosfat) yang harus diimpor. Adapun besi, keberadaannya di Indonesia cukup berlimpah seperti dapat disaring dari FeNi dan NPI.
Misalkan, dia mencontohkan, untuk membuat pabrik baterai LFP berkapasitas 30 GWh (setara 600.000 unit Tesla Model 3 Standard berkapasitas 50 kWh) diperlukan 52.000 ton material katode LFP.
Baca Juga
Unsur besi untuk jumlah material katode terebut bisa diperoleh dari 25.000 ton FeNi Antam berkadar 20% Ni dan 76% Fe. Sisa Ni dari FeNi Antam terebut bisa diolah lanjut menjadi 9.700 ton material katode NMC (berbasis nikel) yang setara dengan baterai berkapasitas energi 7 GWh.
Dengan demikian, unsur besi yang terdapat pada FeNi Antam yang dihargai gratis justru menghasilkan kapasitas energi lebih besar ketimbang unsur nikelnya. Perhitungan serupa bisa dilakukan untuk FeNi produksi kebanyakan smelter di Indonesia yang berkadar sekitar 11% Ni dan 83% Fe
Dia mengatakan pemerintah perlu mengoptimalkan unsur besi yang bisa disapih dari turunan nikel itu untuk menjalin kerja sama pengembangan baterai LFP dengan mitra terkait, termasuk dengan pabrikan China.
“Sejauh menguntungkan pihak-pihak pemrakarsa yang bekerja sama dari Indonesia dan China, mengapa tidak dilakukan. Apalagi jika pihak Indonesia sebagai pemegang saham mayoritas sehingga memiliki hak kendali perusahaan lebih besar,” kata Arif.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Pandjaitan, mengungkapkan saat ini pemerintah ikut mendorong kerja sama pengembangan baterai berbasis besi atau Lithium Ferro Phosphate (LFP) bersama dengan pabrikan China.
Kerja sama itu disampaikan Luhut menyusul wacana yang disampaikan mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Tom Lembong, soal tren penurunan harga nikel dunia dan migrasi pabrikan mobil listrik ke Baterai LFP. Menurut Luhut, Tom Lembong, yang saat ini juga jadi Co-Captain Timnas AMIN salah kaprah soal strategi hilirisasi nikel menjadi baterai yang saat ini dikerjakan pemerintah.
“Kita bersyukur LFP juga kita kembangkan dengan Tiongkok dan lithium baterai kita kembangkan dengan China dan lain-lain,” kata Luhut lewat keterangan video dikutip Kamis (25/1/2024).