Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membeberkan progres investasi para raksasa di bidang baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) yang menanamkan modal jumbo di RI. Hal itu sejalan dengan komitmen hilirisasi nikel oleh pemerintah.
Hal itu disampaikan di tengah polemik tren industri kendaraan listrik yang disebut telah beralih ke baterai berbasis besi atau lithium ferro phosphate (LFP) yang sebelumnya disampaikan oleh mantan Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong).
“Kalau dibilang bahwa kita akan bergeser dari part-part nikel ke LFP, itu keliru. Karena kualitas LFP itu tidak sebaik kualitas nikel. Ini penting agar tidak sesat kita berpikir,” ujar Bahlil dalam acara Trimegah Political and Economic Outlook 2024, Rabu (31/1/2024).
Beberapa investasi jumbo dari raksasa baterai EV di antaranya yaitu produsen asal China CATL, LG asal Korea Selatan, hingga Ford asal Amerika Serikat.
“Untuk perusahaan ekosistem baterai mobil, di Indonesia, yang sudah masuk itu CATL, perusahaan baterai dari China, dan dia pemain terbesar di dunia. Investasinya dengan BUMN itu Rp60 triliun dan mereka sudah ada uang masuk," kata dia.
Berdasarkan data Kementerian Investasi, total investasi senilai US$42 miliar untuk ekosistem baterai listrik itu berasal dari LG Energy Solution (Korea Selatan) sebesar US$9,8 miliar, CATL (China) sebesar US$5,2 miliar, Foxconn (Taiwan) sebesar US$8 miliar.
Baca Juga
Selanjutnya, rencana investasi intensif juga berasal dari Eropa dan Amerika Serikat, di antaranya diwakili oleh Indo-Pacific-Net Zero atau INBC (Inggris), BASF (Jerman) sebesar US$2,5 miliar, Ford (Amerika Serikat) sebesar US$4,5 miliar dan VW (Jerman) mencapai US$3 miliar.
Oleh sebab itu, Bahlil menegaskan komitmen hilirisasi nikel karena Indonesia memiliki pasar dan sumber daya yang besar untuk ekosistem baterai EV. Dengan begitu, pemerintah dengan tegas menyetop ekspor bijih nikel untuk meningkatkan nilai tambahnya.
"Pada 2017 nilai ekspor produk turunan nikel kita cuma dihargai US$3,3 miliar. Tapi di 2022 naik menjadi US$33,8 miliar. Ini hasilnya harganya bisa naik 10 kali lipat berkat hilirisasi dan larangan ekspor nikel," pungkas Bahlil.
Adapun, total komitmen investasi hilirisasi nikel menjadi baterai kendaraan listrik mencapai US$42 miliar atau sekitar Rp630 triliun.