Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli menilai positif perluasan kerja sama pengembangan baterai berbasis besi atau lithium ferro phosphate (LFP) yang didorong pemerintah bersama dengan China.
Rizal berpendapat kerja sama itu bakal menguntungkan kedua belah negara dari sisi rantai pasok bahan baku hingga pasar mendatang.
“Walaupun Indonesia sejauh ini tidak memiliki cadangan litium, tapi litium bisa tetap diimpor dari negara lain yang memiliki litium,” kata Rizal saat dihubungi, Senin (29/1/2024).
Menurut Rizal, kerja sama dengan China bakal memperkuat posisi Indonesia di dalam upaya riset dan pengembangan industri baterai yang belakangan terlihat makin dinamis.
Selain mengandalkan baterai nikel mangan kobalt (NMC), pengembangan LFP bakal memperlebar peluang Indonesia untuk mengoptimalkan pasar baterai kendaraan listrik ke depan.
“Jenis NMC tetap diperlukan pengembangannya karena Indonesia memiliki keunggulan di komoditas nikel,” kata dia.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Pandjaitan mengungkapkan, saat ini pemerintah ikut mendorong kerja sama pengembangan baterai berbasis LFP bersama dengan pabrikan China.
Kerja sama itu disampaikan Luhut menyusul pendapat yang disampaikan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas 'Tom' Lembong soal tren penurunan harga nikel dunia dan migrasi pabrikan mobil listrik ke baterai LFP.
Menurut Luhut, Tom Lembong salah kaprah soal strategi hilirisasi nikel menjadi baterai yang saat ini dikerjakan pemerintah.
“Kita bersyukur LFP juga kita kembangkan dengan Tiongkok dan litium baterai kita kembangkan dengan Tiongkok dan lain-lain,” kata Luhut lewat keterangan video dikutip Kamis (25/1/2024).
Saat ini, kata Luhut, fokus baterai yang dikembangkan Indonesia, NMC sudah bisa didaur ulang atau masuk ke tahap recyle. Sementara itu, baterai berbasis besi atau LFP belum mampu didaur ulang.