Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan rasio perpajakan atau tax ratio Indonesia pada 2023 mencapai 10,2%. Angka tersebut turun dari capaian 2022 yang sebesar 10,39%.
“Rasio perpajakan mencapai 10,2% dari PDB,” ujarnya dalam Konferensi Pers KSSK, Selasa (30/1/2024).
Meski jumlah masyarakat yang melapor pajak lebih rendah, Sri Mulyani menyampaikan bahwa penerimaan perpajakan pada 2023 tembus Rp2.155,4 triliun. Jumlah ini naik 5,9% jika dibandingkan dengan tahun lalu (year-on-year/yoy).
Kinerja positif ini ditopang kuatnya aktivitas domestik dan reformasi perpajakan yang terus dilakukan sejak 2021.
Di mana penerimaan khusus untuk pajak sampai Desember 2023 mencapai Rp1.869,2 triliun. Angka tersebut 108,8% dari APBN 2023 dan 102,8% dari Perpres No. 75/2023. Capaian perpajakan ini juga mencatatkan hattrick atau menembus lebih dari 100% dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Pada 2022, penerimaan perpajakan mampu tumbuh sebesar 31,4% (yoy), sementara 2021 di tengah pandemi Covid-19 penerimaan negara dari perpajakan tumbuh 20,4%. Setelah sebelumnya pada 2020 anjlok 16,9%.
Baca Juga
Dalam kesempatan berbeda, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyampaikan wajar penurunan tersebut dan masih dapat diterima.
Dirinya berpandangan, capaian tax ratio tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi 2023 yang diproyeksi lebih rendah dari 2022. Terlebih, pada 2022 masih ada dampak kebijakan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) seperti program PPS atau kenaikan tarif PPN.
Sementara untuk 2024, Fajry tidak memungkiri adanya potensi tax ratio yang lebih rendah karena proyeksi pertumbuhan ekonomi 2024 pun akan lebih lambat.
“Jadi penurunan tax ratio tahun 2023 masih dapat diterima. Betul, ratio pajak tahun ini berpotensi menurun seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2024 yang lebih rendah,” jelasnya.
Tax Ratio Indonesia 2018-2023:
- 2018: 10,24%
- 2019: 9,76%
- 2020: 8,33%
- 2021: 9,12%
- 2022: 10,39%
- 2023: 10,2%