Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah konsisten dalam mengimplementasikan kebijakan reformasi struktural dan menciptakan proses transisi politik yang aman dan dapat dipercaya.
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menilai hal tersebut perlu dilakukan agar volatilitas moneter tetap terkendali lantaran persepsi ketidakpastian di sektor riil yang tinggi dan menekan upaya penciptaan produktivitas ekonomi dan investasi.
Selain itu, kondisi iklim usaha dengan tingkat kepastian tinggi dan stimulatif terhadap pertumbuhan ekspor dan investasi sangat dibutuhkan para pelaku usaha di sektor riil untuk dapat menghadapi tantangan peningkatan volatilitas pasar keuangan dalam jangka pendek.
“Karena hanya dengan iklim usaha yang stabil dan lebih predictable pelaku usaha dapat fokus menjalankan kegiatan usaha dan tidak terdorong untuk berspekulasi di pasar keuangan yang bisa menambah beban volatilitas nilai tukar,” kata Shinta kepada Bisnis, Selasa (30/1/2024).
Bank Indonesia (BI) memproyeksikan nilai tukar rupiah stabil pada semester II/2024. Ini didukung dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global, kecenderungan penurunan tingkat imbal hasil obligasi negara maju, termasuk US Treasury, serta menurunnya tekanan penguatan dolar AS.
Penguatan nilai tukar juga didorong oleh strategi operasi moneter yang pro market dalam rangka menjaga aliran masuk portofolio asing dan pendalaman pasar uang.
Baca Juga
Dengan demikian, sepanjang 5 bulan ke depan, pasar keuangan Indonesia masih penuh tantangan. Rupiah sejauh ini (year-to-date) telah melemah 2,6%, berbanding terbalik dengan tahun lalu yang menguat 1,1%.
Shinta melihat pemerintah saat ini akan cenderung untuk melakukan ekspansi utang guna menciptakan stabilitas moneter meski langkah ini dinilai sangat strategis dan prudent hingga alokasi utang untuk kegiatan yang mampu menstimulasi kinerja pertumbuhan ekonomi.
“Kami berharap pemerintah tidak hanya fokus pada penggunaan instrumen utang saja untuk menciptakan stabilitas,” ujarnya.
Shinta juga menambahkan, instrumen kebijakan pendukung stabilitas moneter lain seperti SBN perlu dimaksimalkan pemanfaatannya guna memberikan dukungan yang positif terhadap stabilitas moneter nasional meski efeknya mungkin dianggap tak sekuat yang diciptakan instrumen utang.
“Demikian juga di sektor riil, tetap perlu ada stimulasi peningkatan kinerja ekspor dan penerimaan FDI [foreign direct investment] untuk turut membantu penciptaan stabilitas moneter,” pungkasnya.