Bisnis.com, JAKARTA- Realisasi investasi meroket lantaran masifnya penanaman modal di bidang hilirisasi mineral. Kondisi ini yang memicu rasio penyerapan tenaga kerja susut lantaran investasi sektor padat karya yang mandek.
Penyusutan rasio serapan tenaga kerja telah terjadi sejak 10 tahun lalu. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada 2013 tercatat investasi sebesar Rp398,6 triliun dengan serapan tenaga kerja mencapai 1,82 juta orang.
Artinya, rasio jumlah tenaga kerja yang diserap setiap investasi Rp1 triliun sebanyak 4.591 tenaga kerja. BKPM mencatat rasio tenaga kerja per Rp1 triliun cenderung turun dari periode 2013 hingga saat ini.
Adapun, realisasi investasi tahun 2023 yakni sebesar Rp1.418,9 triliun dengan tenaga kerja terserap 1,82 juta orang. Meski total penyerapan tenaga kerja sama dengan 10 tahun lalu, namun nilai investasi tahun 2023 jauh lebih tinggi dari 2013.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan investasi yang melesat beberapa tahun terakhir tidak seimbang dengan penyerapan tenaga kerja lantaran masifnya investasi di sektor yang minim padat karya.
"Saya lihat dari kawasan industri smelter ini banyak tenaga kerjanya, tetapi secara proporsi dibandingkan dengan nilai investasinya, rasionya tidak sebesar, misalnya industri padat karya tekstil dan produk tekstil [TPT]," kata Faisal kepada Bisnis, Selasa (30/1/2024).
Baca Juga
Faisal melihat tren laju investasi industri pengolahan nonmigas yang masuk ke Indonesia tumbuh meningkat. Hal ini terdorong oleh kebijakan industrialisasi, khususnya industri hilir turunan tambang.
Industri pengolahan atau manufaktur tercatat sebesar sebesar Rp596,3 triliun sepanjang 2023, lebih tinggi dari tahun lalu Rp497,7 triliun. Adapun, investasi di bidang hilirisasi sebesar Rp375,4 triliun.
Faisal menyoroti investasi pada industri logam dasar, barang logam, bukan mesin, dan lainnya yang menjadi salah satu komoditas primadona industri dengan nilai investasi Rp200,3 triliun sepanjang 2023.
"Ini menjadi primadona, kalau kita lihat dari negara ekspornya bukan hanya China, tapi juga Singapura, Hongkong, Jepang. Jadi, memang ada faktor percepatan di industri manufaktur tetapi khususnya smelter, hasil tambang," ujarnya.
Investasi pertambangan mineral dinilai minim padat karya sebagaimana industri manufaktur lainnya. Untuk itu, dia mendorong hilirisasi non tambang, terutama industri pertanian, perkebunan, perhutanan, dan perikanan.
"Ini yang perlu didorong pemerintah jika memang ingin mendorong hilirisasi di sektor-sektor tersebut. Tetapi, belum banyak insentif yang diberikan, dan belum ada penjelasan apalagi roadmap nya," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, sektor pertanian melalui hilirisasi minyak sawit atau crude palm oil (CPO) menjadi oleochemical tercatat investasi sebesar Rp50,8 triliun. Sedangkan, sektor kehutanan melalui investasi di sektor Pulp and Paper mencapai Rp51,9 triliun.
Di sisi lain, sektor migas melalui investasi petrokimia mencapai Rp46,3 triliun. Sementara, investasi ekosistem kendaraan listrik sebesar Rp9,7 triliun pada 2023.
"Dengan kebijakan yang jelas investor akan mengikuti, melihat kalo pemerintahnya yakin, jelas juga dari roadmapnya maka sebagaimana nikel maka investor juga akan lebih bergairah masuk ke sektor tersebut," pungkasnya.